Diposting Oleh Diandra
Natakembahang
Karena
memperhatikan Tambo asal turunan Paksi Pak dari zaman purbakala belum begitu
teratur, belum disusun dengan sempurna maka dirasa wajib menyusun tambo
asal-asal turunan Paksi Pak tersebut supaya jangan mudah hilang di zaman akhir
ini.
Dari
itu maka Tarikh / Tambo turunan-turunan
tersebut dihimpunkan dalam buku ini dengan ringkas dikutip dari tambo-tambo
dulu supaya mudah mengetahui asal usulnya turunan itu, disalin dari tanduk
kerbau dan kulit kayu.
Disalin
oleh Anwar Yahya, Kembahang 18 November 1938
PASAL I
MENYATAKAN ASAL USUL TURUNAN PAKSI PAK
Paksi
Pak asalnya yaitu keluar dari Sahabat
Nabi Muhammad SAW yaitu Sayidina
Usman di Makkah, beliau beranak tiga orang dua laki laki dan seorang
perempuan. Yang tua laki-laki singgah di negeri
Rum, yang kedua singgah di negeri
Cina dan yang perempuan yaitu Tuanku
Gadis terus ke Pagar Ruyung Minangkabau
dan menetap disana menjadi Raja.
Pada
zaman Tuanku Gadis jadi Raja disana ada sebatang Kelapa yang amat tinggi
namanya Nyiur Gading tiada seorang
pun yang sanggup memanjat kelapa tersebut. Pada suatu ketika Tuanku Gadis itu
sangat ingin memakan buah Nyiur Gading itu dan sangat ingin pula meminum
airnya. Dalam pada itu Tuanku Gadis mencari daya upaya supaya sampai maksudnya
itu. Dengan kodrat Tuhan Yang Maha Esa, ada seekor tupai memanjat kelapa
tersebut dengan suruhan Tuanku Gadis, tidak berapa lamanya memanjat pohon kelapa
itu barulah sampai diatasnya maka digugurkanlah oleh tupai itu buah satu biji
lalu diambil oleh Tuanku Gadis dan dibelahnya lalu dimakannya isinya dan airnya
diminumnnya. Hingga sampai keinginan Tuanku Gadis memuaskan dahaga, karena
tidak habis oleh Tuanku Gadis maka sisanya dimakan oleh Babunya, ampasnya
dimakan Ayamnya, Sabutnya dimakan Kerbau, Tempurungnya dimakan Kuda. Syahdan selang
tiada berapa lamanya dari makan nyiur tersebut maka Tuanku Gadis buntinglah kemudian
babunya, kerbaunya, kudanya bunting pula dan ayamnya bertelur pula. Setelah
cukup 9 bulan 10 hari Tuanku Gadis dalam hamil bersalinlah dia seorang anak
laki-laki, dinamainya Tuanku Orang Mudo,
dan bersalin pula babunya dinamai Cindara
Mato dan bersalin pula kerbau dinamai si
Banuang, bersalin pula kuda dinamai si
Gumayang dan menetas pula telor ayam keluar ayam jantan dinamai Kunantian Panjang Gumbak.
Kemudian
dari pada itu, lama kelamaan Tuanku
Orang Mudo sudah besar lalu diambilkan Permaisuri dan setelah sampai masanya
Permaisuri itu hamillah dan bersalin pula sesudah cukup 9 bulan 10 hari dan
dinamakannya yang tua Saiy Sahalan dan yang muda dinamakannya
Tuanku Mengindar Alam, sesudah besar
pula Tuanku keduanya mengambil Permaisuri pula dan setelah sampai masanya kedua
Permaisuri itu hamil pula dan melahirkan kedua Permaisuri itu masing masing 2
[dua] Putera dan dinamakan Tuanku
keempatnya. Kemudian Tuanku keempatnya
berputera pula masing masing 3 Orang laki laki sehingga menjadi 12 [dua belas]
orang kesemuanya, itulah yang duduk di Pagar Ruyung menjadi Raja disana
kemudian ke 12 Tuanku masing masing mendirikan satu satu Adat sehingga menjadi
12 Adat yang tetap di Pagar Ruyung. Kemudian
Tuanku Tuanku 12 bermufakat pada suatu masa akan mencari kehidupan dan
kesenangan maka bulat kemufakatan mereka bahwa yang tua tetap di Pagar Ruyung
yang menduduki kerajaan disana dan yang
11 [Sebelas] lagi berjalan musafir serta membawa Pengikut 4 orang masing masingnya.
PASAL II
Perjalanan
11 orang Tuanku Tuanku keluar dari Pagar Ruyung tiada bersama sama melainkan
masing masing keluar menurut isi hati perlangkahan masing masing. Kira kira 12
tahun keluar itu maka pada suatu ketika dengan kodrat Tuhan Yang Maha Esa seru
sekalian alam, maka setengahnya Tuanku Tuanku itu sampai di Sekala Bekhak.
1.
Umpu
Bejalan Di Way di Puncak Sukarami
2.
Umpu
Nyerupa di Tampak Siring
3.
Umpu
Pernong di Henibung
4.
Umpu
Belunguh di Barnasi
5.
Umpu
Benyata di Luas, Anak Mentuha Paksi Pak
Maka
sewaktu Tuanku Tuanku itu dalam perjalanan dari Pagar Uyung, mereka sangat
cinta untuk bertemu, sebab sudah terlalu lama dalam perjalanan tak pernah
bertemu, di Sekala Bekhak mereka bertangis-tangisan mengenangkan nasib semenjak
keluar dari Pagar Uyung hingga begitu lama baru ketemu hampir tiada kenal
mengenal satu sama lain.
PASAL III
Nazar
para Umpu sesudah bertemu lagi di Sekala Bekhak, setelah berjumpa di Sekala
Bekhak dan mereka sudah kenal mengenal saudaranya [Umpu Umpu itu] maka mereka
bernazar kepada Allah SWT, sebagai berikut :
1.
Umpu Bejalan Di Way meminta menjadi
Raja yang gagah berani, satu lawan seratus.
2.
Umpu Nyerupa bercita cita
meminta menjadi Raja yang sakti dan banyak rakyatnya.
3.
Umpu Pernong meminta tetap dalam
kerajaan cerdik pandai.
4.
Umpu Belunguh minta jadi Raja
dengan banyak harta bendanya kaya raya.
Hanya
Umpu Buway Benyata yang tidak bernazar/bercitacita karena memang Anak Mentuha
tiada berdiri Paksi hanya buat menyimpan harta dari kebesaran/pusaka dari Empat
Paksi yang tersebut tadi. Kemudian
lebih kurang satu tahun lamanya di Sekala Bekhak datang satu gadis dari sebelah
matahari terbit namanya Si Bulan,
rupanya dia datang itu membawa kemashulan-kesusahan hingga datang mendapatkan
empat paksi itu serta dia bersusah payah mengurus makan minum empat paksi di Sekala
Bekhak. Menimbang
susah payah gadis nama Si Bulan ini, maka Empat
Paksi tersebut berpikir masing-masing katanya, apakah pembalasan kami
melainkan kami angkat menjadi saudara bersama hidup dan mati, manis pahitnya
bersama-sama.
PASAL IV
Pekerjaan
Empat Paksi pertama kali di Sekala Bekhak, syahdan setelah tetap segala nazar dan
cita-cita Empat Umpu dan Si Bulan telah tetap menjadi saudara oleh keempat Umpu,
maka kami bermufakat dan bersiap akan mengusir Tumi dan Budha yaitu bangsa pemuja
Dewa. Pada saat yang baik kami coba menaklukkan kedua bangsa tersebut, sebab
menurut warta orang bahwa di tempat itu ada sesuatu barang yang dikunjungi atau
dipujapuja oleh bangsa Tumi dan Budha yang mereka anggap sebagai kebesaran
untuk bangsa bangsa itu. Maka pada keesokan harinya kami pukullah genderang
perang maka keluarlah Tumi dan Budha itu. Maka kami berperanglah dengan sangat
hebatnya, tangkis menangkis, kejar mengejar hingga kami sampai di tempat kebesaran
itu, yang dikunjungi oleh pemuja kedua bangsa itu. Lalu kami rampas barang barang
itu sekuatkuatnya tenaga kami, maka barang itu dapat kami rampas dari bangsa
Tumi dan Budha itu berlarian tiada berketentuan perginya bercerai-berai dan
perang pun selesailah.
Sesudah
selesai dari peperangan maka huru hara tiada lagi, bertukar dengan aman. Kami
periksa barang kebesaran yang dikunjungi dan dipuja oleh bangsa Tumi dan Budha
itu yaitu didapat satu batang kayu yang dinamakan oleh kedua bangsa itu Belasa Kepampang. Adapun sifatnya kayu
itu akarnya keatas sedang dahannya kebawah masuk kedalam tanah dan kayu tersebut
berdahan sebukau. Jadi kayu itu dua macam dahannya dan kemaksiatan itu kayu
apabila dimakan buahnya atau daunnya, niscaya mati dan apabila tersinggung
getahnya terus terasa bengkak atau bisul besar ialah obatnya pula apabila
diambilkan dahannya yang bernama sebukau itu digosokkan atau dimakan ia menjadi
baik.
Maka
itu kayu, kami empat saudara timbang timbang akan dibuat apa supaya boleh
menjadi lama sampai kepada anak cucu. Maka kami ambil dan terus dijadikan Pepadun menjadi kebesaran sehingga
sampai anak cucu dibelakang hari. Kemudian kami keempat Umpu menjadikan kayu Belasa
Kepampang itu menjadi Pepadun atas perkumpulan.
PASAL VI
Adapun
sekiranya ada orang akan minta kepada Paksi kebesaran Adat Lampung boleh
dikasih oleh Paksi tetapi menurut jenjang Adat dan nanti diterangkan dengan
mendapat izin dari Paksi. adapun Pepadun
Belasa Kepampang diserahkan oleh Umpu yang keempatnya ditangan Umpu Buway
Benyata Luas untuk menyimpan Pepadun itu dengan baik sehingga sampai pada anak
cucunya dan lagi itu pepadun jadi pusaka paksi 4 gilir menggilir sehingga zaman
yang penghabisan.
Adapun
Umpu Paksi Empat ini telah duduk berkuasa
masing masing yaitu :
1.
Umpu Buway Bejalan Di Way bertahta
di Puncak Sukarami Liwa.
2.
Umpu Buway Pernong bertahta
di Hanibung Batu Brak.
3.
Umpu Buway Belunguh bertahta
di Barnasi Belalau
4.
Umpu Buway Nyerupa bertahta
di Tampak Siring Sukau
Dan
Umpu Buway Benyata di Luas, Si Bulan tinggal di Way Nekhima dan menurunkan
Jurai Melebuy kemudian terus kedataran Tanah Lampung. Siputar dan Si Kumbar dan
Si Laruk berjalan mencari
penghidupannya kesebelah matahari terbit.
PASAL VII
Adapun
Jolak Paksi Empat ini yaitu 1. Pangeran
2. Sultan 3. Dalom 4. Raja dan Jolak yang perempuannya adalah Ratu. Famili dari Paksi Pak yaitu 1. Raja 2. Batin dan yang dinamakan Paksi
yaitu turunan dari pada Umpu yang Empat yaitu anak dari Ratu yang tertua. Adapun
tutur turunan Paksi itu kepada orang tuanya yang lelaki adalah Akan dan tuturnya kepada Ibunya adalah Incik, tutur orang banyak kepada Dalom
Paksi Empat adalah Peniakan Dalom. Menurut Adat tuturan anak anak orang lain
kepada Paksi yaitu Bapak Dalom
kepada Suttan Saibatin dan Ina Dalom
kepada Ratu Saibatin. Panggilan kakak kepada Suttan Saibatin yang laki-laki
yang tertua adalah Pun, kepada anak
yang kedua adalah Ngebatin/Atin.
Nama kediaman Paksi adalah Lamban Gedung
atau Pakolom dan bubungan rumah Paksi
adalah Kawik Buntor demikian tiada
boleh seorang juapun yang memakainya. Orang banyak boleh memakai bubungan atas
kesukaannya asal tidak menggunakan Kawik Buntor yang ditetapkan untuk Paksi.
Adapun
duduknya Buway Benyata kepada Paksi Pak adalah Anak Mentuha dari keempat Paksi, jika anak cucunya bimbang atau
kauri menurut sepanjang Adat Lampung dia musti campur dan ikut. Jika Paksi duduk maka Buway Benyata duduk disebelah kanan
dan kalau Paksi berjalan maka Buway Benyata dahulu didepan Penetap Imbor dan tidak diperkenankan memberi Gelar seseorang
seperti Radin, Minak dan lain lain melainkan dengan izin Paksi.
Sehingga
inilah pengaturan pengaturan Paksi dan asal dan usul turunan, disusun dengan
ringkas supaya mudah diketahui dari abad ke VII [tujuh] Masehi hingga nanti
keakhir zaman.
Kembahang,
18 November 1938
Ahmad
Siradj adoq Pangeran Jaya Kesuma II
De
Pangiran Kembahang
Paksi
Bejalan Di Way
Ditulis
kembali di Batu Raja pada 21 Agustus 1992
Darwis
H.A.
Sekretaris
Pesirah
Note:
1. Belasa Kepampang situsnya
berlokasi di Perkebunan M. Zakuan di Lungup, Way Nekhima Kembahang.
2. Durian Tumi situsnya
berlokasi di Kunyaian, Tanjung Kemala Sukau. Nama Tumi sendiri berasal dari
nama durian ini.
3.
Lubuk Tumi terdapat di
Kembahang Tuha.
4.
Pematang Tumi terdapat di
Tampak Siring Sukau.
5. Prasasti bercorak Budha pada
era Tumi [Hindu Budha] terdapat di Bawang Heni yang berangka tahun 997.
CATATAN PENULIS
Penulisan Tambo ini sebagian besar
riwayatnya dimulai pada era Puyang Rakian atau silsilah kelima dari Buway
Bejalan Di Way yaitu pada saat berdirinya Paksi Bejalan Di Way yang merupakan
bagian dari pendirian Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak pada era ini. Puyang Rakian yang merupakan penguasa
Sekala Bekhak pada era era akhir Hindu Budha [Zaman Tumi] juga disebutkan dalam
Tambo Buway Benyata dan Tambo Umpu Kuning dari Paksi Belunguh.
Disebutkan dalam Tambo Buway Benyata dan Tambo Paksi Belunguh bahwa Puyang
Rakian telah berkuasa di Sekala Bekhak pada saat kedatangan para Umpu ini. Keramat
Puyang Rakian terdapat di Kuta Hakha, Umbul Limau di kaki Gunung Pesagi.
Kedatangan La Laula dan Umpu Belunguh di Sekala
Bekhak adalah untuk mensyiarkan Agama Islam, namun demikian periode kedatangan
La Laula lebih awal dibanding kedatangan Umpu Belunguh. La Laula adalah nama
lain dari Syech Aminullah Ibrahim beliau
dimakamkan ditepi Way Manula yang lebih dikenal dengan Keramat Way Manula di Lemong Krui. Berdirinya Konfederasi Paksi Pak
Sekala Bekhak adalah pada saat kedatangan dari Umpu Belunguh, sebagaimana yang
termaktub dalam Tambo Umpu Kuning dari Paksi Belunguh. Demikianlah bahwa
kedatangan dari Umpu Belunguh adalah menandai dimulainya era Kepaksian,
sementara era sebelumnya adalah Era Keratuan.
Puyang yang menurunkan Paksi Pak
Sekala Bekhak pada era Islam inilah yang merupakan keturunan yang keluar dari
Sayidina Usman dari Madinah dimana diriwayatkan pernah singgah di Negeri Rum,
ke Hadramaut terus ke Pagar Ruyung sebelum akhirnya sampai di Sekala Bekhak
Pesagi. Hal ini juga sangat bersesuaian dengan Tambo lainnya yaitu Tambo dari
Buway Nyerupa, Buway Pernong, Buway
Belunguh dan Buway Benyata, dimana pada era ini terbentuk Konfederasi Paksi
Pak Sekala Bekhak dan pembagian wilayah kekuasaan masing masing Paksi.
Terbentuknya Keratuan Di
Puncak dan Keratuan Pemanggilan setelah
perpindahan dari Sekala Bekhak Pesagi adalah masih pada era Keratuan Hindu Budha atau Zaman Tumi. Keratuan Di Puncak berdiri
setelah perpindahan Menang Pemuka
Baginda/Ratu Di Puncak yang merupakan putera dari Ratu Tunggal atau silsilah ketiga dari Buway Bejalan Di Way. Pada
mulanya rombongan ini menetap di Way Selabung, Muara Dua kemudian terus ke
Martapura dan akhirnya menetap di Canguk Gaccak. Di Canguk Gaccak, Cahya Negeri Bukit Kemuning inilah Ratu Di Puncak
dikeramatkan, hal ini juga dicantumkan dalam keterangan Tambo Silsilah Paksi
Bejalan Di Way Sekala Bekhak.
Jurai
Keratuan Balau turun dari Sekala Bekhak Pesagi menyusuri
Way Balau dipesisir Krui terus keselatan Lampung kemudian terus ke Teluk Betung
dan terus menetap di Bandar Lampung mendirikan Keratuan Balau. Jurai Keratuan Pugung turun dari Sekala
Bekhak Pesagi melalui Gunung Pugung dipesisir Krui terus ke Pugung Semaka
kemudian terus menetap di Pugung dipesisir timur Lampung. Jurai Keratuan Pemanggilan setelah dari Sekala Bekhak Pesagi terus
ke Martapura dan Muara Dua dan terakhir kepesisir Krui, kelompok dari Keratuan
Pemanggilan ini dipimpin oleh Rakian
Sakti yang bersaudara dengan Puyang
Rakian dan Puyang Naga Berisang yang merupakan silsilah kelima dari Buway
Bejalan Di Way Sekala Bekhak.
Demikianlah bahwa menyebarnya
Jurai dari Sekala Bekhak dan berkembangnya keempat Keratuan di Lampung adalah
sebelum terbentuknya Paksi Pak Sekala Bekhak, yaitu pada silsilah ketiga hingga
kelima dari Buway Bejalan Di Way atau sebelum kedatangan Umpu Belunguh. Sebelum
berdirinya ketiga Keratuan lain yaitu Keratuan Di Balau, Keratuan Pemanggilan
dan Keratuan Pugung, para Puyang ini
berkumpul di Canguk Gaccak, untuk menghindari perselisihan mengenai
penguasaan tanah dan wilayah kekuasaan, maka pada era ini dibagilah penguasaan
wilayah Keratuan itu [Hilman Hadikusuma]. Para Punyimbang Kebuwayan
membagi wilayah Keratuan yang terdiri dari empat besar yaitu:
1. Keratuan Di
Puncak
menguasai tanah hak Ulayat Abung
di Way Abung, Way Rarem dan Way Seputih.
2. Keratuan
Pemanggilan menguasai tanah hak Ulayat Pemanggilan di Pesisir
Krui, Pesisir Semaka, Muara Dua dan Martapura.
3. Keratuan Di
Balau
menguasai tanah hak Ulayat Pubiyan di bagian Selatan Way Sekampung, Teluk Betung dan
Bandar Lampung,
4. Keratuan
Di Pugung menguasai tanah hak Ulayat Bandar Pugung didaerah Pugung,
Jabung, Maringgai dan Sekampung Ilir.
Pepindahan para Puyang ke Komering dari
Sekala Bekhak secara bertahap dan dipimpin
oleh para Puyang yang dikenal dengan 7
[tujuh Kepuhyangan] yaitu keturunan Puyang
Ratu Sabibul, Puyang Kaipatih Kandil, Puyang
Minak Ratu Damang Bing,
Puyang Umpu Sipadang, Puyang Minak Adipati, Puyang Jati Keramat, Puyang Sibalakuang. Kepuhyangan Semandaway yang merupakan kepuhyangan
tertua komering adalah
cikal bakal berdirinya Kerajaan
Sriwijaya.
Puyang Sri Jaya Naga sebagai Raja Sriwijaya pertama berpindah dari
Ranau Sekala Bekhak ke
Minanga Komering, setelah itu Ibu Negeri dipindahkan ke Bukit Siguntang Palembang
dan terakhir di Darmasraya Jambi, namun demikian para Sejarawan juga ada yang
berpendapat bahwa Phatani diselatan Thailand adalah Ibu Negeri terakhir
Sriwijaya.
Terbentuknya Keratuan Melinting dan Keratuan Darah
Putih yang merupakan pecahan dari
Keratuan Pugung adalah setelah kedatangan Fatahillah dari Cirebon yang menikahi Putri Sinar Alam dari Keratuan Pugung. Terbentuknya Entitas Lampung Cikoneng dipesisir
barat Banten adalah setelah kedatangan Umpu
Junjungan Sakti dari Paksi Buway Belunguh Sekala Bekhak yang menumpas
kerusuhan yang diakibatkan oleh Si Buyuh.
Sultan Banten mengangkat saudara Umpu Junjungan Sakti sebagai Bangsawan pada
keluarga Kerajaan Banten, dalam hal ini keturunan dari Keratuan Darah Putih dan Minak
Patih Prajurit dari Buway Tegamoan Tulang Bawang juga turut menyumbang
warga pada Entitas Lampung Cikoneng Pak Pekon ini.
Setelah berkembangnya
Kebuwayan Lampung, beberapa Buway membentuk Konfederasi Adatnya masing masing
namun dalam periodeisasi yang tidak bersamaan. Konfederasi Adat ini seperti Paksi
Pak di Sekala Bekhak, Abung Siwo Megou, Marga Lima di Way Lima, Megou Pak di
Tulang Bawang, Buway Lima di Way Kanan, Bandar Enom di Semaka, Marga Telu di
Ranau, Pubiyan Telu Suku, Enom Belas Marga Krui, Pitu Kepuyangan di Komering dan
Cikoneng Pak Pekon. Demikianlah
keturunan Kebuwayan yang menyebar mulai dari Kayu Agung di Utara hingga
keselatan Lampung bahkan Cikoneng di pesisir barat Banten, dapat ditelusuri dari
Umpu asalnya di Sekala Bekhak Pesagi.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus