Senin, 30 April 2012

[[SUKU LAMPUNG]] BAHASA, AKSARA DAN ANGKA LAMPUNG

Oleh : Diandra Natakembahang




I.       BAHASA LAMPUNG
Rumpun bahasa Lampung adalah sekelompok bahasa yang dipertuturkan oleh Ulun Lampung atau Jelema Lampung di Provinsi Lampung, selatan Palembang, selatan Bengkulu dan pantai barat Banten. Kelompok bahasa ini merupakan cabang tersendiri dalam rumpun bahasa Melayu Polinesia. 
Dr Van Royen mengklasifikasikan rumpun bahasa Lampung dalam dua subdialek, yaitu dialek Belalau atau dialek Api, dan dialek Abung atau dialek Nyow.
A. Dialek Belalau [Dialek Api], terbagi menjadi:
  1. Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuh Balaq dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
  2. Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
  3. Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
  4. Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
  5. Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
  6. Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
  7. Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komering dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan.
B. Dialek Abung [dialek Nyow], terbagi menjadi:
  1. Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Lampung Selatan meliputi tiyuh Muara Putih dan Nega Ratu. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung meliputi kelurahan Labuhan Ratu, Gedung Meneng, Rajabasa, Jagabaya, Langkapura dan Segalamider.
  2. Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.



II. AKSARA LAMPUNG

Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam huruf Arab, dengan menggunakan tanda-tanda fathah pada baris atas dan tanda-tanda kasrah pada baris bawah, tetapi tidak menggunakan tanda dammah pada baris depan, melainkan menggunakan tanda di belakang, di mana masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Had Lampung diciptakan oleh para Raja di Sekala Bekhak pada medio abad ke IX Masehi [Darwis H.A.]. Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan aksara Rencong Rencong, aksara Rejang Bengkulu, aksara Sunda dan aksara Lontara. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambang, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah Kaganga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.

Aksara Lampung telah mengalami perkembangan atau perubahan. Sebelumnya Had Lampung kuno jauh lebih kompleks, sehingga dilakukan penyempurnaan sampai yang dikenal sekarang. Sukhat Lampung atau Had Lampung yang diajarkan di sekolah sekarang adalah hasil dari penyempurnaan tersebut.
 

Huruf Lampung [Kelabai Sukhat Lampung/Had Lampung]

 















Anak Huruf dan Tanda Baca



III. ANGKA LAMPUNG

Angka Arab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0


Angka Lampung
























Sabtu, 28 April 2012

[[SUKU LAMPUNG]] SILSILAH RAJA RAJA SEKALA BEKHAK PAKSI BUWAY BEJALAN DIWAY

Oleh Diandra Natakembahang


Silsilah Keturunan lurus Raja Raja Sekala Bekhak Paksi Bejalan Di Way: 
1.   Ratu Bejalan Di Way [Rakihan]
2.   Ratu Tunggal
3.   Kun Tunggal Simbang Negara
4.   Ratu Mengkuda Pahawang
5.   Puyang Rakian
6.   Puyang Raja Paksi
7.   Dalom Sangun Raja
8.   Raja Junjungan
9.   Ratu Mejengau
10. Pangeran Siralaga
11. Dalom Suluh Irung
12. Pangeran Natamarga
13. Pangeran Raja Di Lampung
14. Pangeran Jaya Kesuma I
15. Pangeran Paku Alam
16. Pangeran Puspanegara
17. Pangeran Jaya Kesuma II
18. Ratu Kemala Jagat
19. Suttan Pangeran Jaya Kesuma III
20. Suttan Pangeran Jaya Kesuma IV

Penyebaran Jurai Paksi Bejalan Di Way dimulai dari silsilah ke 3 dan seterusnya sehingga meliputi seluruh dataran Lampung, masing masing adalah:
  1. Ratu Di Puncak silsilah ke 3 menurunkan Jurai Abung [Nunyi, Nunyai, Subing, Nuban]
  2. Puyang Rakian Sakti silsilah ke 5 menurunkan Jurai Ngambur, Krui
  3. Puyang Naga Berisang silsilah ke 5 menurunkan Jurai Pakuan Ratu, Way Kanan 
  4. Pangeran Singa Juru silsilah 9 menurunkan Jurai Pematang Ribu, Ranau 
  5. Dalom Pikulun silsilah 9 menurunkan Jurai Kesugihan, Liwa 
  6. Muda Pusaka silsilah 9 menurunkan Jurai Padang Dalom, Liwa 
  7. Adipati Raja Ngandung silsilah 11 menurunkan Jurai Sanggi, Semaka 
  8. Radin Bangsawan silsilah 11 menurunkan Jurai Perpasan, Krui 
  9. Raja Alam Tegi Bunak silsilah 12 menurunkan Jurai Kalianda 
  10. Ratu Siti silsilah 17 menurunkan Jurai Bandar, Krui 
Wilayah Adat Paksi Buway Bejalan Di Way di Tanoh Unggak:
  • Puncak Sukarami Liwa
  • Kembahang Tuha
  • Simpang Kembahang
  • Teratas Kembahang
  • Cenggikhing
  • Way Nekhima
  • Padang Dalom
  • Umbul Limau
  • Way Tegaga
  • Bawang Liwa
  • Kesugihan Liwa
  • Gunung Sugih Liwa
  • Watos 
  • Sekuting
  • Sukaraja
  • Gekhaddai
  • Melebuy

Bukti bukti dan peninggalan Paksi Bejalan Di Way adalah berupa Pemanohan [Benda Pusaka], Makam, Tambo Tua yang tertulis diatas dalung, kulit kayu dan tanduk kerbau serta peninggalan lainnya. Peninggalan Situs dan Makam kuno  Paksi Bejalan Di Way :
  • Situs Keramat Ratu Bejalan Di Way di Puncak Sukarami Liwa
  • Situs Keramat Ratu Di Puncak di Cangok Gaccak Bukit Kemuning
  • Situs Keramat Puyang Rakian di Kuta Hakha Umbul Limau 
  • Situs Keramat Batin Sehagahaga di Way Nekhima 
  • Makam Keramat Ratu Mejengau di Kembahang Tuha
  • Makam Keramat Pangeran Puspanegara di Simpang Kembahang

Peninggalan lainnya berupa Pemanohan, Tambo, Prasasti, Lubuk dan lain lain:
  • Tambo tambo tua yang tertulis diatas kulit kayu, tanduk kerbau dan dalung
  • Keris Senimbang dipegang oleh keturunan lurus Paksi Bejalan Di Way 
  • Buluh Buntu Di Kepaksian 
  • Ham Tumi di Kembahang Tuha 
  • Ham Kebik di Umbul Limau 
  • Gamolan Pekhing di Kembahang
  • Singgaranau di Teratas Kembahang 
  • Batu Selelagok di Teratas Kembahang
  • Cambai Mak Bejunjungan di Teratas Kembahang 
  • Runcung Bekasom Ludai di Teratas Kembahang
  • Batu Bertulis di Bawang Heni Liwa
  • Belasa Kepampang di Way Nekhima
  • Pedang Sepikul Tumbak 
  • Piring Logam dari Pagaruyung
  • Tupung Belulang dari Pagaruyung 
  • Batok Kelapa Jinggi dari Pagaruyung 
  • Pedang, Payan, Keris dari Pagaruyung 
  • Besluit dari Zaman Kolonial 
  • Pedang Kompeni Inggris

[[SUKU LAMPUNG]] TAMBO PAKSI BUWAY BEJALAN DI WAY ASAL USUL TURUNAN PAKSI PAK DI SEKALA BEKHAK ABAD KE VII MASEHI

Diposting Oleh Diandra Natakembahang


Karena memperhatikan Tambo asal turunan Paksi Pak dari zaman purbakala belum begitu teratur, belum disusun dengan sempurna maka dirasa wajib menyusun tambo asal-asal turunan Paksi Pak tersebut supaya jangan mudah hilang di zaman akhir ini.
Dari itu maka Tarikh / Tambo  turunan-turunan tersebut dihimpunkan dalam buku ini dengan ringkas dikutip dari tambo-tambo dulu supaya mudah mengetahui asal usulnya turunan itu, disalin dari tanduk kerbau dan kulit kayu.
Disalin oleh Anwar Yahya, Kembahang 18 November 1938
   
PASAL I 
MENYATAKAN ASAL USUL TURUNAN PAKSI PAK

Paksi Pak asalnya yaitu keluar dari Sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Sayidina Usman di Makkah, beliau beranak tiga orang dua laki laki dan seorang perempuan. Yang tua laki-laki singgah di negeri Rum, yang kedua singgah di negeri Cina dan yang perempuan yaitu Tuanku Gadis terus ke Pagar Ruyung Minangkabau dan menetap disana menjadi Raja.

Pada zaman Tuanku Gadis jadi Raja disana ada sebatang Kelapa yang amat tinggi namanya Nyiur Gading tiada seorang pun yang sanggup memanjat kelapa tersebut. Pada suatu ketika Tuanku Gadis itu sangat ingin memakan buah Nyiur Gading itu dan sangat ingin pula meminum airnya. Dalam pada itu Tuanku Gadis mencari daya upaya supaya sampai maksudnya itu. Dengan kodrat Tuhan Yang Maha Esa, ada seekor tupai memanjat kelapa tersebut dengan suruhan Tuanku Gadis, tidak berapa lamanya memanjat pohon kelapa itu barulah sampai diatasnya maka digugurkanlah oleh tupai itu buah satu biji lalu diambil oleh Tuanku Gadis dan dibelahnya lalu dimakannya isinya dan airnya diminumnnya. Hingga sampai keinginan Tuanku Gadis memuaskan dahaga, karena tidak habis oleh Tuanku Gadis maka sisanya dimakan oleh Babunya, ampasnya dimakan Ayamnya, Sabutnya dimakan Kerbau, Tempurungnya dimakan Kuda. Syahdan selang tiada berapa lamanya dari makan nyiur tersebut maka Tuanku Gadis buntinglah kemudian babunya, kerbaunya, kudanya bunting pula dan ayamnya bertelur pula. Setelah cukup 9 bulan 10 hari Tuanku Gadis dalam hamil bersalinlah dia seorang anak laki-laki, dinamainya Tuanku Orang Mudo, dan bersalin pula babunya dinamai Cindara Mato dan bersalin pula kerbau dinamai si Banuang, bersalin pula kuda dinamai si Gumayang dan menetas pula telor ayam keluar ayam jantan dinamai Kunantian Panjang Gumbak.

Kemudian dari pada itu, lama kelamaan Tuanku Orang Mudo sudah besar lalu diambilkan Permaisuri dan setelah sampai masanya Permaisuri itu hamillah dan bersalin pula sesudah cukup 9 bulan 10 hari dan dinamakannya yang tua        Saiy Sahalan dan yang muda dinamakannya Tuanku Mengindar Alam, sesudah besar pula Tuanku keduanya mengambil Permaisuri pula dan setelah sampai masanya kedua Permaisuri itu hamil pula dan melahirkan kedua Permaisuri itu masing masing 2 [dua] Putera dan dinamakan Tuanku keempatnya.  Kemudian Tuanku keempatnya berputera pula masing masing 3 Orang laki laki sehingga menjadi 12 [dua belas] orang kesemuanya, itulah yang duduk di Pagar Ruyung menjadi Raja disana kemudian ke 12 Tuanku masing masing mendirikan satu satu Adat sehingga menjadi 12 Adat yang tetap di Pagar Ruyung. Kemudian Tuanku Tuanku 12 bermufakat pada suatu masa akan mencari kehidupan dan kesenangan maka bulat kemufakatan mereka bahwa yang tua tetap di Pagar Ruyung yang menduduki kerajaan disana dan yang 11 [Sebelas] lagi berjalan musafir serta membawa Pengikut 4 orang masing masingnya.

PASAL II

Perjalanan 11 orang Tuanku Tuanku keluar dari Pagar Ruyung tiada bersama sama melainkan masing masing keluar menurut isi hati perlangkahan masing masing. Kira kira 12 tahun keluar itu maka pada suatu ketika dengan kodrat Tuhan Yang Maha Esa seru sekalian alam, maka setengahnya Tuanku Tuanku itu sampai di Sekala Bekhak.
1.      Umpu Bejalan Di Way di Puncak Sukarami
2.      Umpu Nyerupa di Tampak Siring
3.      Umpu Pernong di Henibung
4.      Umpu Belunguh di Barnasi
5.      Umpu Benyata di Luas, Anak Mentuha Paksi Pak

Maka sewaktu Tuanku Tuanku itu dalam perjalanan dari Pagar Uyung, mereka sangat cinta untuk bertemu, sebab sudah terlalu lama dalam perjalanan tak pernah bertemu, di Sekala Bekhak mereka bertangis-tangisan mengenangkan nasib semenjak keluar dari Pagar Uyung hingga begitu lama baru ketemu hampir tiada kenal mengenal satu sama lain.

PASAL III

Nazar para Umpu sesudah bertemu lagi di Sekala Bekhak, setelah berjumpa di Sekala Bekhak dan mereka sudah kenal mengenal saudaranya [Umpu Umpu itu] maka mereka bernazar kepada Allah SWT, sebagai berikut :
1.      Umpu Bejalan Di Way meminta menjadi Raja yang gagah berani, satu lawan seratus.
2.      Umpu Nyerupa bercita cita meminta menjadi Raja yang sakti dan banyak rakyatnya.
3.      Umpu Pernong meminta tetap dalam kerajaan cerdik pandai.
4.      Umpu Belunguh minta jadi Raja dengan banyak harta bendanya kaya raya.

Hanya Umpu Buway Benyata yang tidak bernazar/bercitacita karena memang Anak Mentuha tiada berdiri Paksi hanya buat menyimpan harta dari kebesaran/pusaka dari Empat Paksi yang tersebut tadi. Kemudian lebih kurang satu tahun lamanya di Sekala Bekhak datang satu gadis dari sebelah matahari terbit namanya Si Bulan, rupanya dia datang itu membawa kemashulan-kesusahan hingga datang mendapatkan empat paksi itu serta dia bersusah payah mengurus makan minum empat paksi di Sekala Bekhak. Menimbang susah payah gadis nama Si Bulan ini, maka Empat Paksi tersebut berpikir masing-masing katanya, apakah pembalasan kami melainkan kami angkat menjadi saudara bersama hidup dan mati, manis pahitnya bersama-sama.

PASAL IV

Pekerjaan Empat Paksi pertama kali di Sekala Bekhak, syahdan setelah tetap segala nazar dan cita-cita Empat Umpu dan Si Bulan telah tetap menjadi saudara oleh keempat Umpu, maka kami bermufakat dan bersiap akan mengusir Tumi dan Budha yaitu bangsa pemuja Dewa. Pada saat yang baik kami coba menaklukkan kedua bangsa tersebut, sebab menurut warta orang bahwa di tempat itu ada sesuatu barang yang dikunjungi atau dipujapuja oleh bangsa Tumi dan Budha yang mereka anggap sebagai kebesaran untuk bangsa bangsa itu. Maka pada keesokan harinya kami pukullah genderang perang maka keluarlah Tumi dan Budha itu. Maka kami berperanglah dengan sangat hebatnya, tangkis menangkis, kejar mengejar hingga kami sampai di tempat kebesaran itu, yang dikunjungi oleh pemuja kedua bangsa itu. Lalu kami rampas barang barang itu sekuatkuatnya tenaga kami, maka barang itu dapat kami rampas dari bangsa Tumi dan Budha itu berlarian tiada berketentuan perginya bercerai-berai dan perang pun selesailah.

PASAL V

Sesudah selesai dari peperangan maka huru hara tiada lagi, bertukar dengan aman. Kami periksa barang kebesaran yang dikunjungi dan dipuja oleh bangsa Tumi dan Budha itu yaitu didapat satu batang kayu yang dinamakan oleh kedua bangsa itu Belasa Kepampang. Adapun sifatnya kayu itu akarnya keatas sedang dahannya kebawah masuk kedalam tanah dan kayu tersebut berdahan sebukau. Jadi kayu itu dua macam dahannya dan kemaksiatan itu kayu apabila dimakan buahnya atau daunnya, niscaya mati dan apabila tersinggung getahnya terus terasa bengkak atau bisul besar ialah obatnya pula apabila diambilkan dahannya yang bernama sebukau itu digosokkan atau dimakan ia menjadi baik.

Maka itu kayu, kami empat saudara timbang timbang akan dibuat apa supaya boleh menjadi lama sampai kepada anak cucu. Maka kami ambil dan terus dijadikan Pepadun menjadi kebesaran sehingga sampai anak cucu dibelakang hari. Kemudian kami keempat Umpu menjadikan kayu Belasa Kepampang itu menjadi Pepadun atas perkumpulan.

PASAL VI

Adapun sekiranya ada orang akan minta kepada Paksi kebesaran Adat Lampung boleh dikasih oleh Paksi tetapi menurut jenjang Adat dan nanti diterangkan dengan mendapat izin dari Paksi. adapun Pepadun Belasa Kepampang diserahkan oleh Umpu yang keempatnya ditangan Umpu Buway Benyata Luas untuk menyimpan Pepadun itu dengan baik sehingga sampai pada anak cucunya dan lagi itu pepadun jadi pusaka paksi 4 gilir menggilir sehingga zaman yang penghabisan.

Adapun Umpu Paksi Empat  ini telah duduk berkuasa masing masing yaitu :
1.      Umpu Buway Bejalan Di Way bertahta di Puncak Sukarami Liwa.
2.      Umpu Buway Pernong bertahta di Hanibung Batu Brak.
3.      Umpu Buway Belunguh bertahta di Barnasi Belalau
4.      Umpu Buway Nyerupa bertahta di Tampak Siring Sukau

Dan Umpu Buway Benyata di Luas, Si Bulan tinggal di Way Nekhima dan menurunkan Jurai Melebuy kemudian terus kedataran Tanah Lampung. Siputar dan Si Kumbar dan Si Laruk berjalan mencari penghidupannya kesebelah matahari terbit.

PASAL VII

Adapun Jolak Paksi Empat ini yaitu 1. Pangeran 2. Sultan 3. Dalom 4. Raja dan Jolak yang perempuannya adalah Ratu. Famili dari Paksi Pak yaitu 1. Raja 2. Batin dan yang dinamakan Paksi yaitu turunan dari pada Umpu yang Empat yaitu anak dari Ratu yang tertua. Adapun tutur turunan Paksi itu kepada orang tuanya yang lelaki adalah Akan dan tuturnya kepada Ibunya adalah Incik, tutur orang banyak kepada Dalom Paksi Empat adalah Peniakan Dalom. Menurut Adat tuturan anak anak orang lain kepada Paksi yaitu Bapak Dalom kepada Suttan Saibatin dan Ina Dalom kepada Ratu Saibatin. Panggilan kakak kepada Suttan Saibatin yang laki-laki yang tertua adalah Pun, kepada anak yang kedua adalah Ngebatin/Atin. Nama kediaman Paksi adalah Lamban Gedung atau Pakolom dan bubungan rumah Paksi adalah Kawik Buntor demikian tiada boleh seorang juapun yang memakainya. Orang banyak boleh memakai bubungan atas kesukaannya asal tidak menggunakan Kawik Buntor yang ditetapkan untuk Paksi.

Adapun duduknya Buway Benyata kepada Paksi Pak adalah Anak Mentuha dari keempat Paksi, jika anak cucunya bimbang atau kauri menurut sepanjang Adat Lampung dia musti campur dan ikut. Jika Paksi  duduk maka Buway Benyata duduk disebelah kanan dan kalau Paksi berjalan maka Buway Benyata dahulu didepan Penetap Imbor dan tidak diperkenankan memberi Gelar seseorang seperti Radin, Minak dan lain lain melainkan dengan izin Paksi.

Sehingga inilah pengaturan pengaturan Paksi dan asal dan usul turunan, disusun dengan ringkas supaya mudah diketahui dari abad ke VII [tujuh] Masehi hingga nanti keakhir zaman.


Kembahang, 18 November 1938


Ahmad Siradj adoq Pangeran Jaya Kesuma II
De Pangiran Kembahang
Paksi Bejalan Di Way


Ditulis kembali di Batu Raja pada 21 Agustus 1992


Darwis H.A.
Sekretaris Pesirah

Note:
1.  Belasa Kepampang situsnya berlokasi di Perkebunan M. Zakuan di Lungup, Way Nekhima Kembahang.
2.   Durian Tumi situsnya berlokasi di Kunyaian, Tanjung Kemala Sukau. Nama Tumi sendiri berasal dari nama durian ini.
3.      Lubuk Tumi terdapat di Kembahang Tuha.
4.      Pematang Tumi terdapat di Tampak Siring Sukau.         
5.  Prasasti bercorak Budha pada era Tumi [Hindu Budha] terdapat di Bawang Heni yang berangka tahun 997. 


 CATATAN PENULIS

Penulisan Tambo ini sebagian besar riwayatnya dimulai pada era Puyang Rakian atau silsilah kelima dari Buway Bejalan Di Way yaitu pada saat berdirinya Paksi Bejalan Di Way yang merupakan bagian dari pendirian Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak pada era ini. Puyang Rakian yang merupakan penguasa Sekala Bekhak pada era era akhir Hindu Budha [Zaman Tumi] juga disebutkan dalam Tambo Buway Benyata dan Tambo Umpu Kuning dari Paksi Belunguh. Disebutkan dalam Tambo Buway Benyata dan Tambo Paksi Belunguh bahwa Puyang Rakian telah berkuasa di Sekala Bekhak pada saat kedatangan para Umpu ini. Keramat Puyang Rakian terdapat di Kuta Hakha, Umbul Limau di kaki Gunung Pesagi.

Kedatangan La Laula dan Umpu Belunguh di Sekala Bekhak adalah untuk mensyiarkan Agama Islam, namun demikian periode kedatangan La Laula lebih awal dibanding kedatangan Umpu Belunguh. La Laula adalah nama lain dari Syech Aminullah Ibrahim beliau dimakamkan ditepi Way Manula yang lebih dikenal dengan Keramat Way Manula di Lemong Krui. Berdirinya Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak adalah pada saat kedatangan dari Umpu Belunguh, sebagaimana yang termaktub dalam Tambo Umpu Kuning dari Paksi Belunguh. Demikianlah bahwa kedatangan dari Umpu Belunguh adalah menandai dimulainya era Kepaksian, sementara era sebelumnya adalah Era Keratuan. 

Puyang yang menurunkan Paksi Pak Sekala Bekhak pada era Islam inilah yang merupakan keturunan yang keluar dari Sayidina Usman dari Madinah dimana diriwayatkan pernah singgah di Negeri Rum, ke Hadramaut terus ke Pagar Ruyung sebelum akhirnya sampai di Sekala Bekhak Pesagi. Hal ini juga sangat bersesuaian dengan Tambo lainnya yaitu Tambo dari Buway Nyerupa,  Buway Pernong, Buway Belunguh dan Buway Benyata, dimana pada era ini terbentuk Konfederasi Paksi Pak Sekala Bekhak dan pembagian wilayah kekuasaan masing masing Paksi.

Terbentuknya Keratuan Di Puncak dan Keratuan Pemanggilan setelah perpindahan dari Sekala Bekhak Pesagi adalah masih pada era Keratuan Hindu Budha atau Zaman Tumi. Keratuan Di Puncak berdiri setelah perpindahan Menang Pemuka Baginda/Ratu Di Puncak yang merupakan putera dari Ratu Tunggal atau silsilah ketiga dari Buway Bejalan Di Way. Pada mulanya rombongan ini menetap di Way Selabung, Muara Dua kemudian terus ke Martapura dan akhirnya menetap di Canguk Gaccak. Di Canguk Gaccak, Cahya Negeri Bukit Kemuning inilah Ratu Di Puncak dikeramatkan, hal ini juga dicantumkan dalam keterangan Tambo Silsilah Paksi Bejalan Di Way Sekala Bekhak.

Jurai Keratuan Balau turun dari Sekala Bekhak Pesagi menyusuri Way Balau dipesisir Krui terus keselatan Lampung kemudian terus ke Teluk Betung dan terus menetap di Bandar Lampung mendirikan Keratuan Balau. Jurai Keratuan Pugung turun dari Sekala Bekhak Pesagi melalui Gunung Pugung dipesisir Krui terus ke Pugung Semaka kemudian terus menetap di Pugung dipesisir timur Lampung. Jurai Keratuan Pemanggilan setelah dari Sekala Bekhak Pesagi terus ke Martapura dan Muara Dua dan terakhir kepesisir Krui, kelompok dari Keratuan Pemanggilan ini dipimpin oleh Rakian Sakti yang bersaudara dengan Puyang Rakian dan Puyang Naga Berisang yang merupakan silsilah kelima dari Buway Bejalan Di Way Sekala Bekhak. 

Demikianlah bahwa menyebarnya Jurai dari Sekala Bekhak dan berkembangnya keempat Keratuan di Lampung adalah sebelum terbentuknya Paksi Pak Sekala Bekhak, yaitu pada silsilah ketiga hingga kelima dari Buway Bejalan Di Way atau sebelum kedatangan Umpu Belunguh. Sebelum berdirinya ketiga Keratuan lain yaitu Keratuan Di Balau, Keratuan Pemanggilan dan Keratuan Pugung, para Puyang ini berkumpul di Canguk Gaccak, untuk menghindari perselisihan mengenai penguasaan tanah dan wilayah kekuasaan, maka pada era ini dibagilah penguasaan wilayah Keratuan itu [Hilman Hadikusuma]. Para Punyimbang Kebuwayan membagi wilayah Keratuan yang terdiri dari empat besar yaitu:
1.   Keratuan Di Puncak menguasai tanah hak Ulayat Abung di Way Abung, Way Rarem dan Way Seputih.
2.   Keratuan Pemanggilan menguasai tanah hak Ulayat Pemanggilan di Pesisir Krui, Pesisir Semaka, Muara Dua dan Martapura.
3. Keratuan Di Balau menguasai tanah hak Ulayat Pubiyan di bagian Selatan Way Sekampung, Teluk Betung dan Bandar Lampung,
4.  Keratuan Di  Pugung menguasai tanah hak Ulayat Bandar Pugung didaerah Pugung, Jabung, Maringgai dan Sekampung Ilir.
Pepindahan para Puyang ke Komering dari Sekala Bekhak secara bertahap dan dipimpin oleh para Puyang yang dikenal dengan 7 [tujuh Kepuhyangan] yaitu keturunan Puyang Ratu Sabibul, Puyang Kaipatih Kandil, Puyang Minak Ratu Damang Bing, Puyang Umpu Sipadang, Puyang Minak Adipati, Puyang Jati Keramat, Puyang Sibalakuang. Kepuhyangan Semandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering adalah cikal bakal berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Puyang Sri Jaya Naga sebagai Raja Sriwijaya pertama berpindah dari Ranau Sekala Bekhak ke Minanga Komering, setelah itu Ibu Negeri dipindahkan ke Bukit Siguntang Palembang dan terakhir di Darmasraya Jambi, namun demikian para Sejarawan juga ada yang berpendapat bahwa Phatani diselatan Thailand adalah Ibu Negeri terakhir Sriwijaya.

Terbentuknya Keratuan Melinting dan Keratuan Darah Putih yang merupakan pecahan dari Keratuan Pugung adalah setelah kedatangan Fatahillah dari Cirebon yang menikahi Putri Sinar Alam dari Keratuan Pugung. Terbentuknya Entitas Lampung Cikoneng dipesisir barat Banten adalah setelah kedatangan Umpu Junjungan Sakti dari Paksi Buway Belunguh Sekala Bekhak yang menumpas kerusuhan yang diakibatkan oleh Si Buyuh. Sultan Banten mengangkat saudara Umpu Junjungan Sakti sebagai Bangsawan pada keluarga Kerajaan Banten, dalam hal ini keturunan dari Keratuan Darah Putih dan Minak Patih Prajurit dari Buway Tegamoan Tulang Bawang juga turut menyumbang warga pada Entitas Lampung Cikoneng Pak Pekon ini.


Setelah berkembangnya Kebuwayan Lampung, beberapa Buway membentuk Konfederasi Adatnya masing masing namun dalam periodeisasi yang tidak bersamaan. Konfederasi Adat ini seperti Paksi Pak di Sekala Bekhak, Abung Siwo Megou, Marga Lima di Way Lima, Megou Pak di Tulang Bawang, Buway Lima di Way Kanan, Bandar Enom di Semaka, Marga Telu di Ranau, Pubiyan Telu Suku, Enom Belas Marga Krui, Pitu Kepuyangan di Komering dan Cikoneng Pak Pekon. Demikianlah keturunan Kebuwayan yang menyebar mulai dari Kayu Agung di Utara hingga keselatan Lampung bahkan Cikoneng di pesisir barat Banten, dapat ditelusuri dari Umpu asalnya di Sekala Bekhak Pesagi.