Sabtu, 28 April 2012

[[SUKU LAMPUNG]] PANGERAN JAGA MARGA II & PUTRI MAS INTON

Oleh Hendrik Semaka



Dinginnya Negeri Semaka sore itu seakan sirna, sudah enam hari ini Marga Buway Pengaku bersuka cita. Tetabuhan gung dan tala kekhumung di Lamban Gedung Kebandaran seolah tiada henti. Janur kuning dan aneka bendera simbol Kebandaran, menghiasi sepanjang jalan Pekon Menggala. Hilir mudik bebbai battu menambah ramainya kediaman Pangeran Jaga Marga II. Sesekali terlihat bakas battu membawa talam dan sebekhah aneka warna menaiki rumah panggung milik Pangeran, yang juga adalah Gedung Kebandaran Buway Pengaku.

Disisi kiri belakang terlihat tujuh ekor kerbau pilihan telah ditambatkan. Sementara diberanda Gedung tampak Pangeran Tuha, Pangeran Jaga Marga I menerima anjauan dari para Saibatin, Dalom dan Pangeran dari bebagai Buway dan Marga di Negeri Semaka juga dihadiri Raja Jukuan dari Buway Pengaku. Dihalaman Lamban Gedung, tudung gubikh terpasang dengan agung lengkap dengan para pengawal bersenjatakan payan.

Ya, hari ini adalah hari ke enam dimana Kebandaran Buway Pengaku berpesta, esok hari adalah hari bahagia sang Pangeran muda, Jaga Marga II. Pinangan keluarga kepada Putri Mas Inton telah diterima. Mas Inton adalah putri jelita dengan sifat dan santun tiada duanya. Kecantikan dan kelembutannya membuat dia dikenal hingga keseluruh pelosok Swarna Dwipa.

Seperti lima hari sebelumnya, sore inipun Putri Mas Inton berjalan menuju Way Semaka untuk mandi. Di iringi muli baya dan beberapa Punggawa Kebandaran. Mereka beriringan menuju Way Semaka melewati Pekon Ngarip sebelum akhirnya mandi dihulu Way Semaka di tanoh unggak Sekala Brak dilereng Gunung Pesagi. Sesekali terlihat putri tersenyum ketika beberapa masyarakat Negeri Semaka menyapanya.

Tidak terasa iring iringan Putri tiba di hulu Way Semaka. Jernihnya air sungai, membuat Putri dan dayang dayang setengah berlari menuju hulu sungai.
Para pengawalpun berpencar berjaga memastikan sang Putri nyaman berendam di Way Semaka seperti lima hari sebelum nya. Sesekali terdengar gelak tawa Putri dan muli baya, dihulu sungai itu.
Hampir satu jam lamanya ketika tiba-tiba terdengar teriakan dari sungai. Pengawal..! Tolong..! Tolong..! Ada buaya, ada buaya..! teriak para muli baya. Empat orang pengawal dari empat penjuru bumi serentak menuju hulu sungai. Dengan sigap mereka menceburkan diri kedalam sungai namun sayang sang Putri hanya terlihat satu kali menampak kan wajahnya, sebelum akhirnya hilang bersamaan dengan permukaan air Way Semaka yang bergolak hebat.
Muli baya pun berlarian dari dalam sungai menaiki pematang sawah dengan basohan yang dikenakan menuju Pekon Balak. Selang beberapa saat Raja Setia Dharma, Raja di Kampung Batin Pekon Balak mengutus Radin Kesuma beserta para Punggawanya. Tidak berapa lama pasukan Radin Kesuma dan masyarakat Pekon Balak telah berkerumun dibibir sungai dengan berbagai senjata terhunus.
Radin Kesuma yang di utus Raja Setia Dharma pun telah datang kembali di Pekon Balak, lengkap dengan para pasukan. Kabar cepat tersiar sampai di Semaka, hingga larut malam hampir semua kekuatan Kebandaran Semaka dikerahkan untuk menyisir hulu hingga hilir sungai Way Semaka. Namun sayang usaha mereka menemukan Putri Mas Inton berakhir nihil.

Tangis pilu bukan hanya di Pekon Menggala, namun hampir disemua pekon di Negeri Semaka. Tidak seorangpun menduga Tayuhan Agung di Buway Pengaku berubah duka, seharusnya hari ini adalah hari bahagia bagi Marga Buway Pengaku. Bagaimana tidak, esok tepat dihari ketujuh Tayuh adalah hari yang dinanti-nantikan seluruh anak Negeri Semaka.
Sudah 26 tahun mereka merindukan dan menantikan sang Pangeran Muda bersanding dengan Putri pujaan hatinya. Namun siapa nyana hari ini adalah hari kelabu yang tidak akan dilupakan oleh Pangeran Tuha juga Marga Buway Pengaku. Gunung Tanggamus yang berdiri kokoh seolah ikut berpilu. Deburan ombak di pesisir Pantai Terbaya pun tidak segarang hari-hari sebelum nya.

Sudah tiga malam Pangeran Muda Buway Pengaku  merenung sendiri terduduk di atas batu ditepian Way Semaka. Ya, Way Semaka sungai besar yang mengaliri Negeri Semaka dengan airnya yang sangat jernih namun menyimpan seribu misteri. Way Semaka adalah perlambang Kebandaran Semaka sekaligus aliran kehidupan bagi warga negerinya.

Rerimbunan pekhing dan huwi menutupi hampir seluruh tepian Way Semaka. Pepohonan  tua dan bermacam kepunggukh berdiri kokoh di sekitarnya. Bukan tanpa alasan Pangeran Ngukha yang ber Adoq Jaga Marga II itu datang ketepi hulu Way Semaka, dendam anak Negeri Semaka menuntun nya kesana.

Dibaluti kain tapis berwarna merah tua dengan ikok pujuk berwarna kuning keemasan.
Sesekali tampak ia mencabut terapang nya keluar dari warangkanya hingga separuh. Rambutnya yang hampir sebahu terkibas oleh dinginnya angin yang berdesir menusuk tulang.
Dibawah bulan bakha tepat di atas ubun ubun, raut mukanya tampak berbalut dendam. Gemeretak giginya terkadang membuat penghuni sungai terdiam. Empat orang pengawal pribadinya berdiri membisu, kurang dari sepuluh meter dari tempat ia duduk. Mereka semua cemas namun hanya terdiam menunggu perintah si empunya titah.

Tengah malam itu terasa agak berbeda dari dua malam sebelumnya. Hampir dua jam sejak Pangeran Muda berpamit pada Pangeran Tuha di Gedung Kebandaran semuanya berjalan begitu hening. Sesaat kemudian dari arah hulu Way Semaka air bergolak, perlahan Pangeran Jaga Marga II berdiri. Sejurus kemudian tampak moncong rakus berwarna putih kehitaman menyembul dari air. Matanya merah menyala membuat nyali siapapun menjadi ciut.

Pangeran Muda yang telah lama menantinya segera meluruskan pandangan kearah buaya putih tersebut. Keluarlah siluman..!! Aku Pangeran Jaga Marga II datang untuk mengambil nyawamu..!! sang Pangeran Muda membentak. Ekornya yang panjang membuat air bergolak hebat. Sesekali ia membuka lebar lebar mulutnya, menepi dan perlahan mendekat.

Empat orang Punggawa Kebandaran langsung berlari ke arahnya, bersamaan dengan itu buaya itupun berubah wujud. Meskipun berbentuk manusia namun pada tangan, kaki dan sebagian tubuhnya masih jelas menyisakan sisik buaya. Pertarungan hebatpun tidak ter elakkan. Kehebatan dan ketangguhan para Punggawa Kebandaran musnah hanya dalam sekali terjang saja. Tiga dari empat pengawal Jaga Marga II tewas mengenaskan. Dua bilah mata payan yang menancap di dada dan kaki siluman tidak lantas membuatnya terkapar.

Pangeran Muda dengan geram langsung menghunus Terapang ditangannya. Dengan sebuah lompatan dia mengarahkan serangannya tepat di kepala sang buaya siluman, Senuman Buha Handak. Namun sayang sedetik sebelum Terapang menancap, siluman itu pun hilang dari pandangan. Di iringi tawa yg menakutkan, ia lenyap dan hanya meninggalkan patahan payan yang menancap ditubuhnya.

Pangeran Muda berbalik ke arah para pengawalnya yang telah bergelimpangan. Hanya Radin Singa Depati yang terlihat masih hidup dengan luka dikaki kanan yang menganga. Singa Depati pulanglah, beritahu kepada Pangeran Tuha di Lamban Gedung..!! Aku akan menyusul Senuman Buha Handak ke sarangnya..!! Pangeran Ngukha bertitah. Tapi Pun Beliau, sekindua tidak akan..!! Radin Singa Depati bekilah. Pulanglah..!! sentak sang Pangeran Muda. Suara pangeran muda meninggi, sambil menunjuk ke arah puncak Gunung Tanggamus. Baik Pun titah baginda akan sekindua laksanakan..!!

Dengan lunglai Radin Singa Depati menaiki kuda tunggangannya. Dalam sekali hentakan kuda berwarna coklat tua bersama penunggangnya itupun hilang dikegelapan pulan tuha dari Kampung Batin Pekon Balak menapaki jalan berbatu menuju Gedung Kebandaran di Pekon Menggala.

Tidak seorangpun yang mengetahui bagaimana Pangeran Muda bisa membunuh sang buaya putih. Pagi itu yang masyarakat Pekon Balak tahu hanyalah Terapang yang telah menancap tepat dikepala Senuman Buha Handak. Hulu Way Semaka memerah darah, sementara  Pangeran Jaga Marga II tergeletak tak jauh dari jasad ketiga pengawalnya. Meskipun sekujur tubuh terluka namun ketampanan dan kegagahannya tidaklah pudar.

Pangeran masih hidup..!! beteriak beberapa Mekhanai Pekon Balak berulang kali, sambil memapah tubuh Sang Pangeran ke Lamban Jukuan Raja Setia Dharma di Kampung Batin Pekon Balak. Terlihat luka agak lebar menganga di lengan kirinya, namun jemarinya dengan kuat menggenggam “sesuatu”. Pagi itupun Pekon Balak geger, Kepala Mekhanai Kimas Pemutokh tanpa di perintah langsung mengerahkan para Mekhanai untuk membakar jasad sang siluman buaya, Senuman Buha Handak. Lalu apakah yang ada di genggaman tangan kiri Pangeran Jaga Marga II...??

Gedung Kebandaran Buway Pengaku siang itu penuh sesak oleh seluruh Kebuwayan yang ada di Kebandaran Semaka. Bukan hanya para Saibatin namun wargapun ramai memenuhi gelekh, kudan, dan tengebah dari Lamban Gedung Buway Pengaku. Di lapang luakh dan lapang lom Gedung Kebandaran para hadirin semuanya duduk bersila dihamparan kajang berlapis apai atau ilat. Hanya Saibatin, para Dalom, Sultan dan Pangeran yang duduk beralaskan Kasokh Pedanginan. Pangeran Tuha Buway Pengaku duduk berdampingan dengan Ibu Ratu. Tampak juga Saibatin Buway Mayang yakni Dalom Mangku Utama beserta Penateh nya yang tak lain adalah orang tua dari Putri Mas Inton.

Lelidung dan aneka khaddayan masih terpasang rapi di setiap dinding ruangan Lamban Gedung Kebandaran. Tidak banyak yg berubah selain janur kuning yang mulai layu dan mengering. Pangeran Jaga Marga II telah siuman setelah tiga hari tidak sadarkan diri, dia duduk bersebelahan dengan Radin Singa Depati. Tampak dihadapan nya tergeletak sebuah kotak berhiaskan emas berukiran Sigokh dan bermotifkan Tapis.

Setelah semua dinilai rapi, Raja Syahbandar yang ditunjuk sebagai pimpinan Himpun Mufakat Adat siang hari itu, langsung membuka acara. Tabikpun Saibatin, para Dalom, Sultan dan Pangeran dari seluruh Kebuwayan yang ada di Negeri Semaka ini, para Raja Jukuan Buway Pengaku juga hadirin sekalian yang saya mulyakan..!! Siang ini kita semua mendapatkan kawolan dari Marga Buway Pengaku, tidak lain adalah agar kita semua Marga dari seluruh Kebandaran Semaka dapat mengetahui akan kelanjutan dari Tayuhan Agung kita..!! Kita semua tentu merasakan, bagaimana kita semua telah dibuat bersedih dalam bebeapa hari terakhir ini..!! Selanjutnya kepada Pun Beliau Pangeran Ngukha kami Pangeran Jaga Marga II, sudilah kiranya untuk bisa melanjutkan sambutan sekindua..!!

Pangeran Jaga Marga II yang telah didaulat langsung maju kurang lebih sejengkal ketengah kelasa. Menghaturkan sembah sujud kepada Pangeran Jaga Marga I, Pangeran Tuha Buway Pengaku dan Dalom Mangku Utama, Saibatin Buway Mayang. Sesaat beliau terdiam, dengan mata berkaca-kaca mengarahkan pandangan hampir keseluruh ruangan. Seluruh yg hadir hanya terdiam, hanya pandangan mereka yang mengisyaratkan kesedihan yang mendalam.

Tabikpun Akan Pangeran Jaga Marga I , Dalom Mangku Utama, juga Saibatin para Dalom, Sultan dan Pangeran dari seluruh Kebuwayan dari seantero Kebandaran Semaka..!! Saya telah berusaha untuk mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak kita semua, namun sang Penguasa Takdir telah berkehendak lain..!!

Yang Mulia Dalom Mangku Utama, sekindua mohon ampun karena tidak bisa menjaga Putri Mas Inton Adinda Putri Mas Inton..!! Suaran Pangeran Muda yang terbata membuat kedua Ibu Ratu dan para hadirin terisak. SangPangeran Ngukha lalu meraih kotak dihadapan nya. Dipegangnya kotak tersebut lalu dengan sedikit membungkuk dia letakkan ditengah kelasa, tepat dihadapan Pangeran Tuha dan Dalom Mangku Utama. Sekindua mohon ampun Yang Mulia..!! hanya bisa membawa pulang ”jari manis” Adinda Putri Mas Inton. 

Seluruh ukhawan yang hadir terbelalak seakan tidak percaya. Sementara isak tangispun semakin jelas menghiasi hampir seisi Gedung Kebandaran. Dalom Mangku Utama lalu meraih kotak, setengah ragu perlahan kotakpun dibuka. Semua yang hadir melihat dengan jelas jemari sang Putri Buway Mayang, lengkap dengan cincin emas bermutiarakan intan berwarna merah yang masih setia melingkari jarinya. Tidak ada pucat sedikitpun warnanya, jari manis sang Putri layaknya jari seseorang yang masih hidup. Bersamaan dengan itu semerbak wangi melati memenuhi Gedung Kebandaran

Dalom Mangku Utama menutupnya kembali. Ananda Pangeran Jaga Marga I meskipun antara Ananda dan Putri kami belum terikat hubungan suami istri, namun Putri Mas Inton sudah menjadi milikmu..!! Biarlah jari manis ini dimakamkan dinegeri Buway Pengaku.!! Aku Dalom Mangku Utama beserta marga Buway Mayang telah mengikhlaskan garisan Tuhan ini..!!

Demikianlah, setelah Himpun Mufakat Kebandaran ditutup, Putri Mas Inton lalu dimakamkan di duakha Kebandaran layaknya pemakaman seorang Putri. Wangi melatipun semerbak, bukan hanya di makam dan Lamban Gedung Kebandaran, namun diseantero Negeri Buway Pengaku. Meski tidak seorangpun mengetahui bagaimana sang siluman Senuman Buha Handak terbunuh ditangan Pangeran Jaga Marga II, namun akhirnya Negeri yang selalu dihantui rasa takut dan cemas menjelang bulan bakha kinipun telah tenteram dan damai.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar