Sabtu, 28 April 2012

[[SUKU LAMPUNG]] TAMBO BUWAY BENYATA DI LUAS [TARIKH SEKALA BEKHAK]


Diposting Oleh Diandra Natakembahang


 
Sebermula diceritakan ialah semenjak zaman Nabi Muhammad SAW pada lebih kurang abad ke 6 [enam] Masehi, beliau mempunyai sahabat karib yang rapat, yang boleh dibilang makan sama sepiring, tidur sama sebantal ialah:
1.      Sayidina Abu Bakar
2.      Sayidina Umar
3.      Sayidina Ali

Inilah sahabat-sahabat beliau, maka diriwayatkan Sayidina Usman memangku tugas giliran menjadi Khalifah atau Raja yang bertempat di Tanah Arab, beliau ini berputra seorang laki-laki yang cakap, pantas, cerdik pandai bernama La Laula yang patut menjadi pemimpin. Maka disuatu tempo terbitlah pikirannya akan turun dibawah angin untuk mengembangkan Agama Islam dan memperpanjang Zuriatnya, yang kini ternyata menjadi sejarahnya sehingga diladeninyalah tekad cita-cita yang tercantum didalam sanubarinya.

Dikisahkan berkemaslah La Laula[1] tersebut sekeluarga beserta 6 orang putranya dan diikuti oleh beberapa orang yang suka rela mengikut. Mereka berangkat berlayar dengan mempergunakan sebuah Bantera yaitu perahu Gangsa yang tiada tentu arahnya. Setelah beberapa hari lamanya mereka berlayar singgahlah mereka disuatu tempat yang bernama Bandar Rihim yakni bandarnya si Rahim yang umumnya sekarang disebut Bandar Rum, mereka diajak akan tinggal disini bersama-sama, tetapi mereka menolak kerena akan meneruskan perjalanan, beliau hanya minta peringatan atau tanda mata, dan Rahim memberi:
1.      Sebuah Meriam
2.      Sebuah Piring Panjang
3.      Tiga Buah Mangkuk Batu
4.      Satu Piring Sambal
5.      Sebuah Piring Bertutup Batu

Lantas mereka se-bahtera itu meneruskan perjalanan mereka, beberapa hari kemudian mereka berlabuh di Bandar Cina. Di Cina diajak pula supaya mereka tinggal menetap disini, tetapi mereka menolak hanya minta peringatan pula dari Cina. Dari Cina mereka dianugrahi sebuah kendi batu, lantas meneruskan perjalanan ke sebelah selatan. Setelah sekian lama berlayar tibalah mereka di Pantai Tanah Banten, La Laula bersama rombongan menemui Sultan Banten. 

Sultan Banten mengajak mereka untuk tinggal disini tetapi mereka menolak, hanya minta peringatan/tanda mata dari sang Sultan. Sultan Banten memberi 3 [tiga] buah tombak besi dan salah satu diantaranya pakai mata-mata serta sebilah keris pusaka. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka kesebelah utara sehingga tibalah mereka di Pagaruyung. Mereka sebahtera tersebut pergi untuk mendapat/menemui Raja Pagaruyung dan sang Raja membujuk mereka tetap tinggal disini tetapi ditolak, namun La Laula meminta tanda mata dan Raja mengabulkan permintaan tersebut, beliau menganugerahi 2 [dua] buah Tameng untuk menangkis senjata musuh yang terbuat dari kulit dan sebuah dari rotan yang dianyam, 2 [dua] buah peci yang terbuat dari Belulang, sebilah Keris pusaka kecil serta sebilah Pedang kecil.

Selanjutnya bahtera itu melanjutkan perjalanan mereka kearah selatan lagi beberapa hari lamanya bertemulah dengan Cukuh yakni batu timbul diatas permukaan laut maka berhentilah mereka disini dan perahu tersebut ditambatkan pada akar kayu kecil-kecil. Tiada berapa jauh dari pantai La Laula naik keatas cukuh batu tersebut sambil berkata Cukuh, sampai sekarang masih ada. Beliau kemudian lalu ia naik dan meninjau keadaan disini apakah ada tanah yang agak luas apa tidak, rupanya betul-betul ada tanah yang lebar lalu didapatinya dan naik keatas daratan serta turun dan mendaki bukit, dari bukit ini beliau meninjau kiranya benar ada tanah yang luas dan dipandangnya. 

Pandangannya terlintas kepada sebuah bukit, lalu didapatinya bukit ini hingga sampai kepuncaknya maka nyata benar puncak bukit ini Persegi Empat, dari sinilah ia dinamakan sebagai Bukit Pesagi. Setelah mengamati keadaan dipuncak bukit ini maka sejurus dilihatnya seorang laki-laki yang rupanya sudah lebih dahulu dari La Laula maka bertemulah mereka berdua dan bersalam-salaman. Umpu ini berkata kepada La Laula syukurlah anda datang kesini, saya memang sudah lama menunggu-nunggu teman untuk bersama-sama memiliki tanah ini, jawab La Laula baiklah lalu mereka berdua mufakat dan berkeputusan akan dibagi, sambil berdiri kearah matahari mati dengan menggunakan acungan tangan sambil berdiri Umpu tersebut membagi tanah itu, sebelah kanan saya yang menguasai dan sebelah kiri anda yang menguasai katanya kepada La Laula sampai dihari kemudian.

Setelah segala pembicaraan selesai turunlah mereka, kiranya yang seorang Umpu ini bernama Rokian, namanya yang umumnya sekarang disebut Puyang Rakihan[2] sebutannya.  La Laula turun pula dari puncak bukit ini kearah kiri dengan maksud akan memeriksa tanah dan keadaannya yang kelihatannya daratan rendah dan luas agaknya, pandangannya tidak salah tanahnya baik, lebar dan terlihat banyak semacam pohon pisang rupanya karena daunnya lebar-lebar dan panjang, setelah diamati rupanya bukan pisang melainkan Sekala[3] yang sangat lebar dan luas. Dari sinilah tanah [daerah] ini dinamakan Sekala Bekhak, tetapi dalam peristiwa ini ia berjumpa dengan Sirih yang tidak Berjunjungan [Cambai Mak Bejunjungan] semacam kayu saja rupanya tetapi batangnya semacam perak rupanya, daunnya serupa emas keliatannya. La Laula bingung dan sejenak terpakur sebab diduga tentu ada yang mempunyai/memiliki benda antik itu sehingga mereka mundur sedikit untuk terlebih dahulu mengamatinya, setelah diamati kiranya benar-benar ada orangnya yaitu orang Tumi yang beragama Budha.

La Laula waspada dan bersiap dalam hati karena ia yakin ini adalah musuh yang akan menghambat maksudnya yang akan mengakibatkan bentrokan dan pertempuran nantinya, maka La Laula pulang kembali mendapatkan perahu Gangsa beserta rombongan, untuk bersiap-siap dan membawa teman-temannya semua serta membawa semua peralatan/perkakas/senjata yang diperoleh dalam perjalanan guna menghadapi musuh tersebut yaitu orang Tumi dan Budha. Mereka naik ke gunung mendapatkan musuh dengan maksud akan mengusirnya sehingga terjadilah suatu pertempuran yang diketuai oleh La Laula, dalam pertempuran tersebut rombongan La Laula menggunakan senjata atau pusaka yang mereka dapatkan dalam perjalanan seperti: keris, pedang, tombak, meriam picitan, tameng/penangkis dan sebagainya. Mujur bagi mereka mendapat kemenangan, sehingga penduduk/musuh bercerai berai dan ahirnya mereka menduduki wilayah ini. Namun demikian Sirih [cambai] yang terlihat tadi ikut hilang agaknya dibawa oleh orang Tumi dan Budha itu. Maka wilayah/tanah ini dikuasai oleh mereka anak beranak dengan tenang dan aman dan akhirnya tanah bumi dan segenap pusaka/perkakas yang mereka miliki diserahkan oleh La Laula kepada 6 [enam] orang puterannya dan La Laula akan pulang kembali. Namun putra sulungnya tidak mau tinggal disini dia akan mengikuti orang tuanya, maka tanah bumi serta semua warisan diserahkan oleh La Laula kepada 5 lima] orang puteranya yang lain.

Sebuah rumah kediaman bagi ke 5 [lima] orang anaknya ini diberi nama Madras Gedung Suani yang didirikan di Sekala Bekhak, lama kelamaan mereka tinggal disini dengan rukun dan damai bersama-sama dengan hamba rakyatnya. Pada akhirnya 3 [tiga] orang diantara mereka akan pindah karena merasa kurang senang/tidak betah lagi tinggal disini mereka adalah Sitambakura, Sipetar dan Sikumabar. Berangkatlah mereka bertiga kearah matahari hidup [terbit] dan yang tinggal 2 [dua] orang yaitu Benyata dan Pernong. Tidak lama kemudian datanglah seorang laki-laki kesini dengan maksud akan mufakat dengan Benyata dan Pernong, beliau ini mengaku Putra Raja Pagaruyung[4] berangkat dari negerinya dengan Jalan Di Air [Jalan Di Way] kemudian berdiam dan menetap pula disini bersama-sama dengan Benyata dan Pernong. Tidak lama berselang datang pula 2 [dua] orang yang bernama Ratu Berdarah Putih dan Karmong dengan maksud ingin mufakat untuk bersama sama tinggal  dan berdiam disini yang diterima dengan senang hati.
 
Mengingat bahwa mereka sudah ramai dan banyak, hidup berdampingan dengan rukun dan damai untuk sekian lama, tetapi hukum-hukum dan adat belum ada karena tidak ada yang mengaturnya walau ada diantara mereka yang sudah pandai namun mereka khawatir akan tetap terjadi sesuatu yang tidak baik nantinya. Untuk menghindari hal tersebut maka mereka mengadakan musyawarah untuk mencari jalan terbaik guna mengatur dan menyusun hukum atau adat yang akan dipakai. Musyawarahlah mereka mengambil kesimpulan akan mohon pertolongan dari Raja Pagaruyung, maka diutuslah seorang diantara mereka untuk menemui Raja Pagaruyung untuk menyampaikan permohonan guna membantu mereka. Maka Raja Pagaruyung tidak keberatan mengabulkan permintaan tersebut dan beliau mengirimkan seorang puteranya yang bernama Lampung untuk tinggal disini juga.

Oleh Lampung disusunlah dan mereka diharuskan terlebih dahulu melaksanakan Begawi [semacam pesta adat] yang pada pelaksanaannya akan memotong 2 [dua] ekor kerbau yaitu seekor kerbau berwarna hitam dan putih bertanduk sebelah, dan seekor berwarna putih dan hitam bertanduk sebelah [satu]. Inilah piranti yang akan digunakan dalam pegawian serta ditambah dengan peralatan atau kebutuhan kebutuhan yang lain, setelah cukup maka dilangsungkan pegawian itu dan pada saat inilah mereka menyusun hukum atau adat dan semua peraturan yang diperlukan serta pembagian tanah/wilayah.

Setelah adat tersusun maka La Laula dan seorang putra sulungnya berangkat menuju [mendapatkan] perahu Gangsa yang tertambat di Cukuh dahulu. Setelah tiba disana ia sangat terkejut karena menemukan sebagian rombongan yang tinggal di perahu Gangsa itu semuanya sakit bahkan ada diantaranya yang telah meninggal dunia. La Laula bertanya dan mereka pun bercerita bahwa mereka melihat sebuah Nangka yang besar dan bagus timbul didekat air dekat bahtera ini dan mereka sangat berselera untuk memakannya, sehingga dimakanlah nangka tersebut namun setelah makan buah itu semuanya mabok rupanya buah nangka tersebut beracun. Kemudian La Laula mengatakan bahwa itu adalah racun tidak boleh dimakan melainkan sekarang yang harus dimakan adalah kulit atau batangnya itu yang menjadi obat [penawar racun].  Maka dimakanlah oleh mereka seperti apa yang diperintahkan oleh La Laula, setelah mereka makan batang nangka itu mereka segar waras kembali rupanya benar bahwa batangnya sebagai obat atau penawar.

Singkat cerita bahwa perahu Gangsa itu tertambat pada akar pohon nangka tersebut, tetapi pohon nangka itu terbalik [jurak], cabang, ranting dan daunnya kebawah sedangkan batang dan akarnya keatas. Diperintahkan oleh La Laula kepada mereka supaya batang nangka itu dibuat Pepadin yang nantinya dapat digunakan sebagai azimat dan pusaka juga merupakan zuriat [sejarah] dikemudian hari maka segera dilaksanakan oleh mereka dan pada umumnya sekarang disebut Pepadun.

Setelah selesai beliau memberikan petuah dan amanat kepada 5 [lima] orang puteranya, maka La Laula bersama putra sulungnya bernama Laruk akan segera pulang dengan menggunakan perahu Gangsanya. perlu pula kita ketahui bahwa kedatangan beliau dahulu menginjakkan kaki kanannya terlebih dahulu menghadap matahari hidup [terbit] dan sekarang beliau akan pulang menginjakkan kaki kirinya sambil menghadap matahari mati [arah kiblat] sambil berkata perhentian atau kesudahannya tapakku dibawah angin maka berangkatlah beliau beserta putera sulungnya dan rombongannya.

Kisah Kelima Orang Putra La Laula Yang Tinggal; Setelah kepergian Orang Tua mereka, kemudian mereka melaksanakan apa-apa yang diamanatkan [diperintahkan] kepada mereka yaitu mengambil dan membuat batang nangka itu menjadi Pepadin [Pepadun] dengan lalu kemudian dibawa mereka ke Sekala Bekhak dibuat berbentuk perahu seperti yang diperintahkan La Laula. Disaat mereka mengangkat pohon nangka itu untuk dibuat menjadi pepadun ternyata dahannya terdiri dari dua macam dahan, yang satu berupa dahan kayu nangka sedangkan yang satu lagi berupa sebukau, yang digunakan oleh mereka sebagai penawar segala bisa atau racun dan sebagai pusaka asli mereka.
Adapun nama nama putra La Laula yang tinggal di bumi Sekala Bekhak adalah sebagai berikut:
1.      Benyata
2.      Pernong
3.      Sitambakura
4.      Sipetar
5.      Sikumabar

Pembagian Tanah dan Daerah di wilayah Sekala Bekhak adalah dengan cara sebagai berikut; Lampung [Putera Raja Pagaruyung] menyusun para Umpu yang mendapatkan bagian, dan Benyata ditugaskan untuk membagi wilayah dengan 4 [empat] orang saksi yaitu dari Jalan Di Way, Ratu Berdarah Putih, Pernong dan Karmong secara bergiliran.
1.      Giliran dari Jalan Di Way disaksikan oleh Ratu Berdarah Putih, Pernong dan Karmong
2.      Giliran dari Ratu Berdarah Putih disaksikan oleh Jalan Di Way, Pernong dan Karmong
3.      Giliran dari Pernong disaksikan oleh Jalan Di Way, Ratu Berdarah Putih dan Karmong
4.      Giliran dari Karmong disaksikan oleh Jalan Di Way, Ratu Berdarah Putih dan Pernong

Adapun batas batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
1.      Wilayah Jalan Di Way dari Kayu Kekhinjing Kabehuk sampai di Watos
2.      Wilayah Ratu Berdarah Putih dari Watos sampai Tampak Siring Sukau
3.      Wilayah Pernong mulai dari Siring Teba sampai Kayu Kekhinjing Kabehuk
4.      Wilayah Karmong mulai dari Siring Teba sampai di Way Handak
5.      Wilayah Benyata mulai dari Way Handak sampai di Pondok Puar Biding Kebau [Dwikora]
6.      Wilayah bagian untuk Lampung yaitu mulai dari Pondok Puar Biding Kebau sampai arah matahari hidup [terbit].

Kisah putera Raja Pagaruyung yang bernama Lampung; Disaat mereka melangsungkan pegawian yaitu menyusun adat, beliau diberi gelar Ratu Ngegalang Paksi. Setelah segala urusan mereka selesai, baik menyusun Hukum Adat dan Pembagian Wilayah dari Sekala Bekhak ini mereka berpisah dan Lampung menetap di Terbanggi. Demikianlah Tarikh Sekala Bekhak ini untuk untuk sama sama diketahui anak turunan hingga hari penghabisan.

Note:
1.  Nama dari La Laula adalah Syech Aminullah Ibrahim, beliau dimakamkan ditepi Way Manula yang lebih dikenal dengan Keramat Way Manula di Lemong Krui.
2.      Puyang Rakian atau yang sering disebut Puyang Mena Tepik adalah sisilah ke 5 [lima] dari Paksi Buway Bejalan Di Way, keramat Puyang Rakian terdapat di  Kuta Hakha Umbul Limau, Puncak Sukarami.
3.   Sekala adalah tumbuhan sejenis Honje atau Kecombrang. Sekala Bekhak bermakna Sekala yang banyak dan luas, tumbuhan ini banyak terdapat di lereng Gunung Pesagi.
4.      Belasa Kepampang [Nangka Bercabang] dahannya terdiri dari dua macam, satu berupa dahan kayu Nangka sedangkan yang satu lagi berupa Sebukau. Belasa Kepampang situsnya terdapat di Way Nekhima. Pepadun yang dibuat dari Belasa Kepampang adalah Pusaka Paksi Pak yang awalnya disimpan oleh keturunan Umpu Benyata, namun saat ini disimpan di Lamban Gedung Paksi Belunguh.
5.  Cambai Mak Bejunjungan [Sirih Tanpa Junjungan] diriwayatkan tumbuh diatas Batu Selelagok menjadi Pusaka Paksi Bejalan Di Way Sekala Bekhak. Situs Cambai Mak Bejunjungan terdapat di Teratas Kembahang.




3 komentar:

  1. ini kisahnya tahun berapa? kemudian pagaruyung itu tahun berapa ini perlu diperhalusi catatanya..apakah sama dengan tulang bawang? ini juga perlu di crosscheck betul..agar lebih akurat

    BalasHapus
  2. Betul Tahun berapa ini, bila perlu sesepuh adat ngumpul ini, ini cerita dan mengklaim hanya sepihak, Cerita yg tidak ada dasar nya

    BalasHapus
  3. Inti nya semua cerita yang di ceritakan menunjukkan mereka adalah pendatang, yang awal nya ingin menyebarkan agama islam di tanah sekala brak, setelah mengalahkan ratu sekerumong malah berbagi wilayah haha.

    BalasHapus