Sabtu, 28 April 2012

[[SUKU LAMPUNG]] SEKALA BEKHAK DALAM DATA, FAKTA DAN HIPOTESA SEJARAWAN


Oleh Diandra Natakembahang

  
Tafsiran para Ahli Purbakala seperti Groenevelt, L.C.Westernenk dan Hellfich didalam menghubungkan bukti bukti memiliki pendapat yang berbeda beda namun secara garis besar didapat benang merah kesamaan dan acuan yang tidak diragukan didalam menganalisa bahwa Sekala Bekhak merupakan cikal bakal suku bangsa Lampung.

Dalam catatan Kitab Tiongkok Kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam Bahasa Inggris, bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi, disebutkan kisah Kerajaan Kendali yang terletak diantara Pulau Jawa dan Kamboja. Prof Wang Gungwu dalam majalah ilmiah Journal of Malayan Branch of The Royal Asiatic Society dengan lebih spesifik menyebutkan bahwa pada tahun tahun 441, 455, 502, 518, 520, 560, dan 563, Yang Mulia Sapanalanlinda dari Negeri Kendali mengirimkan utusannya ke Negeri Cina. Menurut L.C. Westenenk nama Kendali ini dapat kita hubungkan dengan Kenali ibukota kecamatan Belalau sekarang. Nama Sapalananlinda itu menurut kupasan dari beberapa ahli sejarah, dikarenakan berhubung lidah bangsa Tiongkok tidak fasih melafaskan kata Sribaginda, ini berarti Sapanalanlinda bukanlah suatu nama.

Sekala Bekhak Kuno menjalin kerjasama perdagangan antar pulau dengan Kerajaan Kerajaan lain di Nusantara, bahkan dengan India dan Cina. O.W. Wolters dari Cornell University dalam bukunya Early Indonesian Commerce, Cornell University Pres, Ithaca, New York, 1967 halaman 160 mengatakan bahwa ada dua Kerajaan di Asia Tenggara yang mengembangkan perdagangan dengan Cina pada abad ke 5 dan 6 yaitu Kendali di Andalas dan Holotan di Jawa. Dalam catatan Dinasti Liang [502- 556] disebutkan tentang letak Kerajaan Sekala Bekhak yang ada diselatan Andalas dan menghadap kearah Samudera Hindia. Adat Istiadatnya sama dengan Bangsa Khmer dan Siam, Negeri ini menghasilkan pakaian yang berbunga, kapas, pinang, kapur barus, dan damar.

Dari Prasasti Hujung Langit [Hara Kuning] bertarikh 9 Margasira 919 Saka yang ditemukan di Bunuk Tenuwakh Liwa, terpahat nama Raja didaerah Lampung yang pertama kali ditemukan pada Prasasti. Prasasti ini terkait dengan Sekala Bekhak Kuno, Prof Dr Louis Charles Damais dalam buku Epigrafi dan Sejarah Nusantara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26, 45, diketahui nama Raja yang mengeluarkan Prasasti ini, tercantum pada baris ke 7, menurut pembacaan Prof Dr Louis Charles Damais namanya adalah Baginda Sri Hari Dewa. 

Para Puyang Bangsa Lampung menempati dataran tinggi Sekala Bekhak dilereng Gunung Pesagi, sebagaimana I Tshing yang pernah mengunjungi Sekala Bekhak dan beliau menyebut To-Langpohwang bagi penghuni Negeri ini. Dalam Bahasa Hokkian, dialek yang dipertuturkan I Tshing, To-Langpohwang perarti Orang Atas dan seperti diketahui Pesagi dan dataran tinggi Sekala Bekhak adalah puncak tertinggi di Tanoh Lampung.

Dalam buku The History of Sumatera karya William Marsdn, The Secretary to the President an The Council of Port of Port Marlborough Bengkulu, 1779, diketahui asal usul penduduk asli Lampung. Didalam bukunya William Marsdn mengungkapkan “Apabila Tuan Tuan menanyakan kepada Masyarakat Lampung tentang darimana mereka berasal, mereka akan menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk kearah Gunung yang tinggi dan sebuah Danau yang Luas”. Dari tulisan ini bisa disimpulkan bahwa Gunung yang dimaksud adalah Gunung Pesagi sedangkan Danau tesebut adalah Danau Ranau.

Prof Hilman Hadikusuma menyusun hipotesis keturunan Ulun Lampung berdasarkan Kuntara Raja Niti sebagai berikut, Indar Gajah gelar Umpu Bejalan Di Way kedudukan Puncak Dalom menurunkan Abung, Pak Lang gelar Umpu Pernong kedudukan Henibung menurunkan Pubiyan, Sikin gelar Umpu Nyerupa kedudukan Tampak Siring menurunkan Jelma Daya, Belunguh gelar Umpu Belunguh kedudukan Barnasi menurunkan Pemunggir, Indarwati gelar Putri Bulan kedudukan Cenggikhing Way Nekhima menurunkan Tulang Bawang. Lebih lanjut lagi Sekala Bekhak Kuno adalah merupakan muasal dari Kerajaan Sriwijaya, dimana saat pesebaran awal dimulai dari dataran tinggi Sekala Bekhak, satu kelompok menuju keselatan menyusuri Dataran Lampung dan kelompok yang lain menuju kearah utara menuju Dataran Palembang [Van Royen : 1927]. Seorang keturunan dari Sekala Bekhak Kuno adalah merupakan Pendiri dari Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jaya Naga yang memulai Jurai Sriwijaya awal dengan Ibu Negeri Minanga Komering [Arlan Ismail : 2003].

Zawawi Kamil dalam Menggali Babad dan Sejarah Lampung menyebutkan dalam sajak berdialek Komering Minanga “Adat Lembaga sai tipakaisa buasal jak Belasa Kepampang, sajaman rik Tanoh Pagaruyung Pemerintahan Bundo Kandung, cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Bekhak, sangon kon turun temurun jak Ninik Puyang paija, Cambai Urai tiusung dilom adat pusako” terjemahannya berarti “ Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang [Nangka Bercabang], sejaman dengan Ranah Pagaruyung Pemerintahan Bundo Kandung, naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Bekhak, memang sudah turun temurun dari Nenek Moyang dahulu, Sirih Pinang dibawa dalam Adat Pusaka, kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa”.

Lawrence Palmer Briggs dalam The Origin Of Syailendra Dinasty Journal of American Oriental Society Vol 70, 1950 Lawrence menyatakan bahwa “Sebelum tahun 683 Masehi Ibu Negeri Sriwijaya terletak didaerah pegunungan agak jauh dari Palembang, tempat itu dipayungi oleh dua Gunung dan dilatari oleh sebuah Danau” jelas bahwa yang dimaksud oleh Lawrence adalah Gunung Pesagi dan Gunung Seminung, sementara Danau yang dimaksud adalah Danau Ranau. Setelah perpindahan dari Sekala Bekhak, Sriwijaya setidaknya tiga kali berpindah Ibu Negeri yaitu Minanga Komering, Bukit Siguntang Palembang dan Dharmasraya Jambi. Namun demikian para Sejarawan ada yang berpendapat bahwa Pathani di Selatan Thailand adalah Ibu Negeri terakhir Sriwijaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar