Diposting Oleh Diandra Natakembahang
I.
ASAL USUL TUJUH KEPUHYANGAN
Pada suatu ketika bergeraklah
sekelompok besar turun dari dataran tinggi Gunung Pesagi menyusuri sungai
dengan segala cara seperti dengan rakit bambu, dan lain-lain. Menyusuri Sungai
Komering menuju muara. Menyusuri atau mengikuti dalam dialek komering lama
adalah samanda. Kelompok pertama ini kita kenal kemudian dengan nama Samandaway
dari kata Samanda-Di-Way berarti mengikuti atau menyusuri sungai.
Pada artikel yang berjudul Kebesaran
Sriwijaya yang Tak Tersisa - The Rise of Sriwijaya Empire [Komentar Agung Arlan], disebutkan bahwa Kepuhyangan
Samandaway yang merupakan kepuhyangan tertua komering menjadi cikal bakal
berdirinya kerajaan Sriwijaya dengan Pu Hyang Jaya Naga [Sri Jaya Naga]
sebagai Raja Sriwijaya pertama yang berkedudukan di daerah dekat Gunung
Seminung dan kemudian berpindah ke Minanga [Setelah itu Pusat Ibu Kota berpindah ke
Palembang, dan yang terakhir ke Jambi pada beberapa kurun masa Kerajaan
Sriwijaya].
Kelompok ini akhirnya sampai di muara
Minanga dan kemudian berpencar. Mereka mencari tempat-tempat strategis dan
mendirikan tiga kepuhyangan. Kepuhyangan pertama menempati pangkal teluk yang
agak membukit yang kini dikenal dengan nama Gunung Batu. Mereka berada di bawah
pimpinan Pu Hyang Ratu Sabibul. Kepuhyangan kedua menempati suatu dataran
rendah yang kemudian dinamakan Maluway di bawah pimpinan Pu Hyang Kaipatih
Kandil. Kepuhyangan ketiga menempati muara dalam suatu teluk di bawah pimpinan
Pu Hyang Minak Ratu Damang Bing. Di tempat ini kemudian dikenal dengan nama
Minanga.
Tak lama setelah rombongan pertama,
timbul gerakan penyebaran rumpun Sekala Bekhak ini. Menyusul pula gerakan
penyebaran kedua yang seterusnya mendirikan kepuhyangan keempat. Kepuhyangan
keempat menemukan suatu padang rumput yang luas kemudian menempatinya. Mereka
di bawah pimpinan Pu Hyang Umpu Sipadang. Pekerjaan mereka membuka padang ini
disebut Madang dan kemudian dijadikan nama Kepuhyangan Madang. Tempat pertama
yang mereka duduki
dinamakan Gunung Terang.
Kepuhyangan kelima di bawah pimpinan Pu
Hyang Minak Adipati yang konon kabarnya suka membawa peliung. Dari kegemarannya
ini dinamakan pada nama kepuhyangan mereka menjadi "Pemuka Peliung".
Dari kepuhyangan ini kelak kemudian hari setelah Perang Abung menyebar
mendirikan kepuhyangan baru, yaitu Kepuhyangan Banton oleh Pu Hyang Ratu
Penghulu.
Kepuhyangan Pakuon oleh Puhyang itu dan
Kepuhyangan Pulau Negara oleh Pu Hyang Umpu Ratu. Kepuhyangan Keenam di bawah
pimpinan Pu Hyang Jati Keramat. Istrinya, menurut kepercayaan setempat, berasal
dari atau keluar dari Bunga Mayang Pinang. Kepercayaan ini membekas dan
diabadikan pada nama kepuhyangan mereka, yaitu Bunga Mayang [kelak kemudian hari, inilah cikal bakal
Lampung Sungkai].
Kepuhyangan ketujuh di bawah pimpinan
Pu Hyang Sibalakuang. Mereka pada mulanya menempatkan diri di daerah Mahanggin.
Ada yang mengatakan kepuhyangan daya [dinamis/ulet. Kelak kemudian hari kepuhyangan ini menyebar
mendirikan cabang-cabang di daerah sekitarnya seperti Sandang, Rawan, Rujung,
Kiti, Lengkayap, dan lain-lain. Nama-nama marga atau kepuhyangan yang berasal
dari rumpun kepuhyangan ini banyak menggunakan nama Bhu-Way [Buway].
Nama kebhuwayan ini dibawa orang-orang
dari Sekala Bekhak baru generasi Paksi Pak. Ketujuh kepuhyangan yang mendiami
lembah sungai yang kini dinamakan "Komering". Masing-masing pada
mulanya berdiri sendiri dengan pemerintahan sendiri. Di bawah seorang sesepuh
yang dipanggil pu hyang. Mereka menguasai tanah dan air yang mereka tempati
dengan batas-batas yang disepakati.
Ditinjau dari tujuan gerakan penyebaran
[mempertahankan
kelanjutan hidup kelompok untuk mencari tempat yang memberi jaminan kehidupan] serta cara mencari tempat yang
strategis dalam mengikuti aliran sungai [samanda-diway],
tampaknya Kepuhyangan Samandaway adalah yang pertama dan tertua. Orang-orang
Samandaway menempati muara sampai di ujung tanjung [Gunung Batu].
II.
PENYEBARAN
KLAN KOMERING KE LAMPUNG
Tak diragukan lagi, banyak orang
Komering yang keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering
untuk mencari penghidupan baru pindah ke wilayah yang dihuni etnis Lampung
lain. Mereka membuka umbul maupun kampung [tiuh]. Perpindahan kali pertama mungkin oleh
marga Bunga Mayang yang kelak kemudian hari menjadi Lampung Sungkai/Bunga
Mayang.
Seperti diutarakan Suntan Baginda Dulu [Lampung Ragom, 1997]: "Kelompok Lampung Sungkai asal
nenek moyang mereka adalah orang Komering di tahun 1800 M pindah dari Komering
Bunga Mayang menyusur Way Sungkai lalu minta bagian tanah permukiman kepada
tetua Abung Buway Nunyai pada tahun 1818 s.d. 1834 M kenyataan kemudian hari
mereka maju. Mampu begawi menyembelih kerbau 64 ekor dan dibagi ke seluruh
Kebuayan Abung."
Oleh Abung, Sungkai dinyatakan sebagai
Lampung Pepadun dan tanah yang sudah diserahkan Buay Nunyai mutlak menjadi
milik mereka. Kemungkinan daerah sungkai yang pertama kali adalah Negara Tulang
Bawang membawa nama kampung/marga Negeri Tulang Bawang asal mereka di Komering.
Dari sini mereka kemudian menyebar ke Sungkai Utara, Sungkai Selatan, Sungkai
Jaya, dan sebagainya. Di daerah Sungkai Utara, seperti diceritakan Tjik Agus yang pernah menjabat kacabdin di daerah
ini, banyak penduduk yang berasal dari Komering Kotanegara. Mereka adalah
generasi keempat sampai kelima yang sudah menetap di sana.
Perpindahan berikutnya, dilakukan
Kebuayan Semendaway, khususnya Minanga. Mereka menyebar ke Kasui, Bukit
Kemuning, Napal Belah/Pulau Panggung, Bunglai, Cempaka [Sungkai Jaya] di Lampung Utara. Ke Sukadana Lampung
Timur dekat Negeri Tuho. Juga masuk ke Pagelaran, Tanggamus. Dua Kampung Komering di Lampung Tengah [Komering Agung/Putih], menurut pengakuan mereka, berasal
dari Komering. Nenek moyang mereka berbaur dengan etnis Abung di
Lampung-Tengah. Akan tetapi, mereka kurang mengetahui asal kebuayan nenek
moyangnya. Mereka
menyebut Komering yang di Palembang sebagai "nyapah" [terendam]. Kemungkinan mereka juga berasal dari
Minanga, karena kampong ini yang paling sering terendam air. Daerah Suka Banjar
[Tiuh Gedung Komering,
Negeri Sakti]
Gedongtataan seperti diceritakan Herry Asnawi dan Komaruzaman.
Penduduk di sana mengakui mereka
berasal dari Komering [Dumanis] walaupun dialek mereka sudah tercampur
dengan dialek Pubian. Tidak menutup kemungkinan dari daerah lain di Komering
seperti Betung dsb, yang turut menyebar masuk daerah Lampung lain.
Demikianlah perjalanan dan penyebaran yang cukup panjang,
peran dalam menyumbang etnis Lampung [Sungkai],
serta menambah kebuayan Abung [ Buay
Nyerupa].
III.
KESIMPULAN
Melihat asal-usul suku Komering yang
awal mula berasal dari Sekala Bekhak lalu menyebar ke daerah dataran Way
Komering dan kemudian sebagian menyebar ke Lampung, dipastikan “suku komering
adalah orang Lampung juga”. Dimana bahasa, huruf tulisan dan adat istiadat yang
digunakan sama dengan orang Lampung. Dalam sajak dialek Komering/Minanga
disebutkan: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang,
Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi
rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai
urai ti usung dilom adat pusako" Terjemahannya berarti "Adat
Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang [Nangka Bercabang], Sezaman dengan tanah pagaruyung
pemerintah bundo kandung, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang
sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat
pusaka", jadi Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa.
Orang Komering melakukan perpindahan ke
Lampung Tahun 1800-an, masuk ke daerah Abung Kebuayan Nunyai dan menetap disana
menurunkan Lampung Sungkai (Bunga Mayang). Kebuayan Semendaway [Kebuayan Tertua Komering] dari Minanga melakukan penyebaran ke
Kasui, Bukit Kemuning, Napal Belah (Pulau Panggung), Bunglai, Cempaka - Sungkai
Jaya [Lampung Utara], Sukadana [Lampung Timur dekat Negeri Tuho] dan Pagelaran [Tanggamus]. Selain
itu juga mendirikan dua kampung yaitu Komering Agung/Putih [Lampung Tengah] dan Tiuh Gedung Komering - Negeri
Sakti [Gedongtataan].
Di daerah Komering khususnya di
Martapura dulu telah berdiri Keratuan Pemanggilan. Keturunan Keratuan
Pemanggilan menyebar ke daerah pesisir Barat Krui, Teluk Semaka, atau Teluk
Lampung. Hal ini menjadi bukti bahwa sejak dulu masyarakat Komering yang
tinggal di sekitar Martapura telah melakukan perpindahan ke berbagai daerah di
Lampung [Pra atau Sejaman
dengan Kepaksian Pak Sekala Bekhak Abad ke-14] sebelum Sungkai Bunga Mayang pindah ke
Lampung tahun 1800-an. Dari bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa orang
Komering [Tua] yang telah melakukan perpindahan ke
Lampung pada Pra atau Sejaman Kepaksian Pak menurunkan Suku Lampung Pesisir
Pemanggilan [Lampung
Pesesekh di Cukuh Balak, Kota Agung, Talang Padang, Kedondong dan Way Lima]. Maka tidak dapat diragukan lagi bahwa
“Suku Komering adalah Orang Lampung juga”.
Dari: "Bingkai Perjalanan Komering di Lampung" oleh Mohd Isneini dengan tambahan data oleh Penulis
ini akan menjadi catatan sejarah yg paling penting bagi kami,khususnya saya putra dari kampung komering agung kec.gunung sugih lampung tengah,catatan sejarah yg ada hanya terputus sampai titik terkhir sekala brak,dari catatan sejarah tertulis yg sampai saat ini tersimpan dikampung komering agung hanya mencatat perpindahan dari kuala seputih kekampung komering sekarang ini, trims kasih imponya cp.08127937557
BalasHapusDengan senang hati Puakhi, terima kasih juga atas atensinya. Kita juga bisa silaturahmi difesbuk dengan akun saya Diandra Natakembahang Poerba. Salam kemuakhian untuk saudara2 kita di Tiyuh Komering Agung.
BalasHapusTabik...
Maaf kenapa Marga Buay Pemuka Bangsa Raja yg berpusat di Tiyuh Muncak Kabau tidak masuk dalam bahasan ?
BalasHapus