Oleh Diandra Natakembahang
Rumah
adat Lampung secara umum berbentuk panggung dan terdiri dari bagian bagian
ruangan tertentu yang mempunyai sebutan dan fungsi tersendiri. Pada bagian
belakang rumah biasanya terdapat bangunan yang disebut Balai, yaitu sebuah bangunan lumbung tempat penyimpanan padi. Dalam
Bahasa Lampung dialek Api, rumah adat Lampung disebut dengan Lamban,
Anjung dan juga Mahan, sementara dalam Bahasa
Lampung dialek Nyow, rumah adat Lampung
disebut dengan Nuwo. Bentuk, arsitektur, istilah, peruntukan juga bagian rumah
adat Lampung secara umum berbeda antara masyarakat adat Lampung yang menganut
sistem Kesaibatinan yang berdialek Api dengan masyarakat adat Lampung penganut
sistem Kepenyimbangan yang sebagian besar berdialek Nyow.
Dalam masyarakat adat Lampung Saibatin, tempat kediaman bagi Saibatin Paksi/ Buway/ Marga disebut dengan Lamban Gedung atau Gedung Dalom, yang juga merupakan pusat pemerintahan adat Lampung dan lambang legitimasi adat dalam sistem Kesaibatinan. Sementara Klan dibawah Paksi/ Buway/ Marga merupakan Komunitas adat yang memiliki suatu lamban atau pusat dari klan yang merupakan lambang kesatuan yang dipimpin oleh Raja Kappung Batin dan atau Raja Jukuan. Lamban ini memiliki nama atau sebutan tertentu seperti Lamban Bandung, Lamban Keratun, Lamban Gemuttukh Agung, Lamban Gajah Minga, Lamban Margasana, Lamban Kagungan dan Lamban Bandar. Beberapa klan yang tergabung dalam Kappung Batin merupakan Tebelayakh atau bagian dari penyokong eksistensi Saibatin Paksi/ Buway/ Marga. Sementara komunitas lain yang berada diluar Kappung Batin adalah merupakan Jamma [Warga] dari Saibatin Paksi/ Buway/ Marga yang juga tergabung dalam komunitas Lamban tertentu yang disebut dengan Jukuan dan dipimpin oleh Raja Jukuan.
Rumah
adat tradisional Lampung yang dihuni oleh entitas Lampung yang beradat Saibatin
disebut dengan Lamban atau Lamban Balak. Secara umum bagian
bagian rumahnya terdiri dari beberapa bagian seperti Jan yang merupakan tangga
masuk kerumah panggung, kemudian Lepau atau Bekhanda yaitu ruang
terbuka pada bagian atas depan rumah, lalu dilengkapi dengan Lapang
Luakh sebagai ruang tamu dan tempat bagi musyawarah adat atau Himpun,
selanjutnya Lapang Lom sebagai ruang keluarga yang juga difungsikan sebagai
tempat saat Himpun dan Bedu’a. Bilik Kebik adalah kamar utama yang
diperuntukkan bagi sang empunya rumah dan Tebelayakh sebutan untuk kamar
kedua. Sekhudu adalah ruangan bagian belakang yang diperuntukkan bagi
ibu ibu, sementara Panggakh adalah
bagian loteng rumah panggung yang biasanya dimanfaatkan sebagai tempat
penyimpanan barang barang dan piranti untuk keperluan adat, barang pecah belah,
juga sebagai tempat penyimpanan senjata dan benda benda pusaka. Dapokh
[dapur] ada pada bagian belakang atas rumah panggung yang juga terdapat Sekelak
yaitu suatu bagian ruangan tempat memasak, dan yang paling belakang adalah Gakhang,
merupakan tempat untuk mencuci perabotan dapur. Bagian bawah rumah panggung
disebut dengan Bah Lamban, biasanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan
hasil panen. Rumah tradisional Lampung dahulunya beratapkan ijuk, berlantaikan
khesi atau bambu dan atau papan, dan terbuat dari kayu seperti klutum,
bekhatteh dan belasa.
Bagi entitas
Lampung yang beradat Pepadun atau yang menganut Sistem Kepenyimbangan, rumah
adatnya dikenal dengan sebutan Nuwo, ada dua jenis rumah adat yaitu Nuwo
Balak dan Nuwo Sesat. Nuwo Balak aslinya merupakan rumah
tinggal bagi para Kepala Adat atau Penyimbang yang dalam bahasa Lampung juga
disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa bagian
seperti Lawang Kuri yaitu gapura masuk, Pusiban sebagai tempat tamu melapor.
Selanjutnya Ijan Geladak adalah tangga
naik ke rumah, Anjung anjung merupakan serambi depan tempat menerima tamu,
Serambi
Tengah adalah tempat duduk anggota kerabat pria, Lapang Agung tempat
kerabat wanita berkumpul. Kebik Temen atau Kebik
Kerumpu merupakan kamar tidur bagi anak Penyimbang Bumi atau anak
tertua, Kebik Rangek merupakan
kamar tidur bagi anak Penyimbang Ratu atau anak kedua, Kebik Tengah yaitu kamar
tidur untuk anak Penyimbang Batin atau anak ketiga.
Bangunan
lain adalah Nuwo Sesat pada dasarnya merupakan balai pertemuan adat tempat
para Perwatin pada saat mengadakan Pepung atau musyawarah adat, karenanya
itu juga disebut sebagai Sesat Balai Agung. Bagian bagian dari
bangunan ini adalah Ijan Geladak, tangga masuk yang dilengkapi dengan atap yang disebut
Rurung
Agung. Selanjutnya adalah Anjungan, yaitu serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil, lalu Pusiban sebagai ruang tempat musyawarah resmi. Ruang
Tetabuhan merupakan tempat menyimpan alat musik tradisional dan Ruang
Gajah Merem sebagai tempat istirahat bagi para Penyimbang. Hal lain
yang khas di rumah sesat ini adalah hiasan paying payung besar di atapnya
[Rurung Agung] yang berwarna putih, kuning, dan merah yang melambangkan tingkat
Kepenyimbangan bagi masyarakat adat Lampung Pepadun.
tolong gambarnya ya.. Dari ruangan2 rumah adat nuwo sesat
BalasHapusArti lamban balak dan sebutkan
BalasHapusTolong dong bagian2nya lewat gambar kan lebih jelas dari pada tulisannya doang harus ada gambar bagian2nya dong yg lamban balak
BalasHapus