Oleh : Diandra Natakembahang
I.
Sejarah Pemerintahan Adat Lampung
Menilik
pemerintahan adat Lampung tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejarah
terbentuknya komunitas dari etnis Lampung itu sendiri. Identifikasi dari
sejarah awal Ulun Lampung ini setidaknya dapat dilihat dari empat poin, yaitu
analisa dari sejarawan dan para ahli purbakala, artefak dan peninggalan
purbakala, manuskrip, peninggalan tertulis dan wakhahan, dan yang terakhir
adalah produk dari kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan tafsiran para sejarawan
dan ahli purbakala seperti Prof. Groeneveldt menyebutkan bahwa entitas awal
Ulun Lampung sudah ada setidaknya sejak abad ke 4 M di dataran tinggi Sekala
Bekhak dilereng gunung Pesagi. Prof. Groeneveldt mendokumentasikan tulisannya
berdasarkan catatan Cina kuna yang secara lebih spesifik dijabarkan oleh Prof.
WangGungwu dalam Journal of
Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, kedua sejarawan ini
juga merujuk kronik Cina pada era dinasti Liang. Beberapa peneliti, ahli
purbakala dan juga sejarawan yang bergiat pada sejarah Lampung ini diantaranya
adalah William Marsdn resident Inggris yang berkedudukan di Bengkulu, Van Royen
seorang linguist dan pakar bahasa Lampung, L.C.Westernenk seorang sarjana
berkebangsaanJerman, Prof.Oliver W. Wolters dari Universitas Cornell,
Lawrence Palmer Briggs seorang peneliti asal Amerika Serikat dan Hellfich,
mereka mengidentifikasi awal peradaban Ulun Lampung dari dataran tinggi Sekala
Bekhak dilereng Gunung Pesagi.
Identifikasi
yang kedua adalah artefak dan peninggalan purbakala. Di Lampung banyak terdapat
peninggalan situs purbakala dan arkeologi yang tersebar dibanyak tempat seperti
prasasti Ulu Belu dan Batu Bedil di Semaka Tanggamus, peninggalan purbakala
Pugung Raharjo di Seputih Lampung Timur, prasasti Palas Pasemah di Lampung
Selatan, situs purbakala Pura Wiwitan di Sumber Jaya, situs Batu Kepappang di
Kenali, situs Batu Bekhak diSumber Jaya, situs Tanjung Raya di Sukau dan
prasasti Hujung Langit atau Hara Kuning di Bawang Liwa, lima situs terakhir berada
di Sekala Bekhak Lampung Barat. Demikianlah beberapa peninggalan purbakala yang
ada di Lampung, belum lagi banyak terdapat prasasti atau batu bertulis yang
bertebaran di lereng Pesagi yang belum atau tidak teridentifikasi dengan baik.
Namun demikian Raja pertama di Lampung yang terekam dalam prasasti adalah Punku Aji Ywarajya Sri Haridewa
yang terpahat dalam prasasti Hujung Langit pada abad ke 9 M [Prof. LouisCharles
Damais; Epigrafi danSejarah
Nusantara], ini berarti bahwa pemerintahan adat yang terstruktur di
Lampung telah berjalan pada masa ini. Beberapa artefak yang menjadi bagian dari
entitas peradaban Lampung adalah Gamolan
yang telah menyertai kegiatan seremonial pada prosesi pemerintahan adat Lampung
termasuk saat Nettah Adoq
dan Cakak Pepadun.
Namun demikian artefak purbakala yang paling terkait dengan sistem pemerintahan
adat Lampung dan menjadi ikon bagi kekuasaan adat di Lampung adalah Pepadun.
Artefak dan peninggalan peninggalan purbakala ini menjadi bukti bagi
perkembangan entitas dan pemerintahan adat Lampung.
Identifikasi
yang ketiga adalah dari manuskrip dan peninggalan tertulis, juga sastra lisan
Wakhahan. Beberapa manuskrip dan peninggalan tertulis di Lampung atau yang
terkait dengan Lampung seyogyanya dapatlah menjelaskan entitas Ulun Lampung
juga pemerintahan adat di Lampung. Manuskrip purbakala di Lampung termasuk
Tambo pada masanya ditatahkan di tanduk kerbau, kulit kayu, bambu, tongkat dan
dalung atau kuningan. Selain dari sumber intern di Lampung, beberapa manuskrip
juga menyebutkan keadaan Lampung dalam catatannya seperti dalam catatan
dankronik Cina pada era dinasti Liang dan catatan I’ Tsing seorang pendeta
Buddhist yang melawat ke Sekala Bekhak yang saat itu masih beragama Buddha, ia
menjuluki warganegeri Sekala Bekhak sebagai To Langphawang. Dalam diale
kHokkian yang dipertuturkan I Tsing, ia mengidentifikasi entitas awal
UlunLampung ini sebagai To Langphawang yang berarti Orang Atas, ini karena warganegeri Sekala
Bekhak memang tinggal didataran tertinggi di Lampung dilereng Gunung Pesagi.
Manuskrip lain yang juga menggambarkan tentang keadaan Lampung dan atau terkait
dengan Lampung pada era kuna adalah Babad Pakuon/Babad Pajajaran, Tambo Alam
Minangkabau dan Negara Kertagama. Selain menyebutkan tentang Lampung, Babad
Pajajaran dan Negara Kertagama malahan juga menyebutkan alat musik tunggal/
xylophone yang disinyalir sebagai Gamolan Lampung yang belum merupakan
seperangkat alat musik atau orkestrasi seperti pada Gamelan Jawa/ Karawitan.
Identifikasi
tentang sejarah etnisitas Ulun Lampung juga bisa didapat dari sastra lisan
Lampung berupa Wakhahan dan Segata sepertimana disebutkan dalam sebuah sajak
dalam dialek Komering Minanga "Adat
lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik Tanoh
Pagaruyung pemerintah Bunda Kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala
Bokhak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai tiusung
dilom adat pusaka". Disebutkan jugadalam sebuah Wawancan “Asal jak Lemasa Kepampang anak umpu
Puyang Mena Tepik, Cakak di Gunung Pesagi khaggah di Sekala Bekhak, Nukhunkon
khuwa muwakhi Umpu Sidenting jama Umpu Pernong, Sai ngiwakkon Pepadun sai
ngiwakkon Saibatin”. Namun demikian gambaran tentang era dan
periodeisasi pemerintahan adat Lampung dapatlah kita ketahui dari manuskrip
Ulun Lampung seperti kitab Kuntara Raja Niti juga Tambo Paksi Pak Sekala Bekhak
[Paksi Buway Bejalan Di Way, Paksi Buway Nyerupa, Paksi Buway Pernong, Paksi
Buway Belunguh] dan Buway Benyata [Buway Anak Mentuha]. Had Lampung sendiri
diciptakan oleh para Saibatin diSekala Bekhak pada sekitar abad ke 9 M [Darwis
H.A; Riwayat Kerajaan Sekala
Bekhak], pada era inilah mulai ditatahkan riwayat, silsilah,
hikayat juga kodifikasi hukum adat dalam media media seperti tanduk kerbau,
bambu, dalung/ kuningan, tongkat dan kulit kayu.
BerdasarkanTambo
Paksi Pak Sekala Bekhak [Tambo
Paksi Buway Bejalan Di Way dan Tambo
Buway Benyata] menggambarkan bahwa Sekala Bekhak pada era sebelum
pemerintahan Puyang Rakian yang merupakan Raja kelima pada silsilah Buway
Bejalan Di Way adalah merupakan era Keratuan Hindu Buddha. Dapatlah dikatakan
bahwa agama resmi yang dianut oleh warganegeri Sekala Bekhak pada era sebelum
Puyang Rakian adalah agama Buddha dengan sebagian kecil Hindu Animis yang
mengagungkan pohon Belasa
Kepampang sebagaimana dapat diketahui dari Tambo juga peninggalan
peninggalan purbakala pada era ini. Pada era ini masyarakat Sekala Bekhak
melakukan peribadatan di Mesigit
yang dalam era Islam namanya diadopsi menjadi nama rumah ibadah
umat Islam [Darwis H.A.], mengingat bahwa agama Buddha dan Hindu Animis adalah
agama resmi pada masa ini maka otomatis pemerintahan pada masa ini dipengaruhi
oleh kedua agama ini dan merupakan era Keratuan Hindu Buddha.
Islam
mulai masuk Lampung lewat Sekala Bekhak saat kedatangan La Laula
[SyechAminullah Ibrahim] bersama anak anak dan pengikutnya untuk mensyiarkan
Islam pada medio abad ke 8 M [Tambo
Buway Benyata], namun demikian Islam belum menjadi agama resmi pada
masa ini. Perpindahan dari Sekala Bekhak telah terjadi sejak era Keratuan Hindu
Buddha, seperti perpindahan kerabat Komering dari Jurai Puyang Jayanaga dan
kerabat Abung dari Jurai Ratu Di Puncak. Perpindahan beberapa klan dari Sekala
Bekhak setidaknya dimulai dari abad ke 7 hingga 15 M, seperti dari Jurai Puyang
Jayanaga yang dikemudian hari mendirikan Kedatuan Sriwijaya di Minanga Komering
setelah perpindahannya dari Ranau Sekala Bekhak [Lawrence Palmer Briggs; The Origin of Syailendra Dinasty].
Setelah persebaran para Puyang beserta klannya dari Sekala Bekhak telah menempati
seantero Tanoh Lampung, para Puyang berkumpul di Cangok Gaccak, Cahya Negeri
wilayah Lampung Utara saat ini. Permufakatan ini dimaksudkan untuk mengatur
wilayah dan zonaisasi Tanoh Lampung menjadi empat besar, hal ini dimaksudkan
sebagai pengaturan wilayah juga untuk bersatu dalam mengantisipasi serangan
para bajau dan perompak yang sudah memasuki daerah pedalaman Lampung. Para
Puyang ini membagi wilayah Lampung kedalam empat besar [Hilman Hadikusuma; Adat dan Budaya Lampung]:
- Wilayah Keratuan Di Puncak, tanah hak
Ulayat Abung di Way Abung, Way Rarem dan Way Seputih.
- Wilayah Keratuan Pemanggilan, tanah hak
Ulayat Pemanggilan di Pesisir Krui, Pesisir Semaka, Muara Dua
danMartapura.
- Wilayah Keratuan Di Balau, tanah hak
Ulayat Pubiyan dibagian Selatan Way Sekampung, Teluk Betung dan Bandar
Lampung,
- Wilayah Keratuan Di Pugung, tanah
hak Ulayat Bandar Pugung didaerah Pugung, Jabung, Maringgai dan Sekampung
Ilir.
Identifikasi
yang keempat dalam menelisik sistem pemerintahan adat Lampung adalah dari
produk kebudayaan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari rule of law [tata
titi adat Lampung], norma dan nilai nilai,seni dan tradisi, dan yang terakhir
karya cipta kebendaan. Pepadun pertama diLampung yang merupakan lambang
eksistensi pemerintahan adat Lampung tercipta dari Belasa Kepampang yang dibuatoleh perserikatan
Paksi Pak. Terbentuknya perserikatan Paksi Pak di Sekala Bekhak adalah saat
kedatangan Umpu Belunguh pada sekitar abad ke 10 M yangmenggenapkan syiar Islam
di Sekala Bekhak, yaitu pada era Puyang Raja Paksi silsilah keenam dari Buway
Bejalan Di Way. Perserikatan Paksi Pak akhirnya memerangi Ratu Sekerummong atau
Ranji Pasai yang dianggap menghalangi syiar Islam di Sekala Bekhak dan juga
menebang pohon Belasa Kepampang yang diagungkan oleh suku Tumi yang dipimpin
oleh Ratu Sekerummong [Tambo
Paksi Pak Sekala Bekhak]. Pada era ini mulai diatur pembagian
penguasaan wilayah adat dengan berpatokan pada aliran sungai atau way sehingga
dikenal istilah Buway
yaitu kekuasaan adat berdasarkan sungai sungai yang mengaliri suatu wilayah
adat. Istilah Buway akhirnya menjadi suatu penamaan wilayah territorial dan
genealogis dari sebuahklan atau kelompok adat di Lampung. Pada era ini pula
mulai dikenal istilah Paksi
yang berarti Buway yang memiliki wewenang untuk memerintah dan merupakan
penghulu dalam pemerintahan adat Lampung. Era setelah kedatangan Umpu Belunguh
dan terbentuknya perserikatan Paksi Pak menandai dimulainya era Kepaksian Islam
dengan Islam sebagai agama resminya.
II.
Pemerintahan Lampung Adat Saibatin [Kesaibatinan]
Pemerintahan
Adat Lampung pada awalnya lebih bersifat Autokrasi dan dipimpin oleh seorang
Saibatin yang berarti satu pemimpin atau seorang penguasa. Dalam sistem
pemerintahan adat Lampung dikenal berjenjang berdasarkan hirarki seseorang
didalam adat, hirarki seseorang didalam adat juga menentukan Petutokhan atau panggilan
kekeluargaan/panggilan kekerabatan seseorang. Ada tiga pilar yang menyokong sistem
pemerintahan adat Lampung yaitu Saibatin yang merupakan pemimpin adat
tertinggi, Penyimbang yang merupakan perwakilan dari Saibatin dan Himpun atau
musyawarah adat. Hirarki Adat dalam Struktur Pemerintahan Lampung Adat Saibatin
ialah berdasarkan Adoq atau
Gelar seseorang didalam Adat, masing masing adalah:
- Suttan/Pangiran/Dalom
- Raja/Depati
- Batin
- Radin
- Minak
- Kimas
- Mas/Itton
Struktur
pemerintahan pada Masyarakat Adat Lampung adalah Sistem Pemerintahan Jurai
berdasarkan Kekerabatan dan bukan Sistem Pemerintahan Wangsa ala Raja dan
Kawula seperti di Jawa. Struktur pemerintahan adat pada Masyarakat Adat Lampung
Saibatin dilaksanakan dengan Struktur Pemerintahan Kekerabatan sebagai berikut:
- Institusi Pemerintahan Adat yangtertinggi
adalah Paksi/Buway/Marga
yang merupakan himpunan dari Suku/Jukku. Institusi ini dipimpin oleh Anak
Pria Tertua dari keturunan yang tertua diantara mereka. Beliau ini
memiliki Adoq Suttan/Pangiran/Dalom.
Tutokh [Panggilan Adat/Panggilan Kekeluargaan] kepada beliau adalah Bapak
Dalom [Pak Dalom].
- Institusi Suku/Jukku adalah himpunan dari Sumbai.
Institusi ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan yang tertua
diantara mereka. Beliau ini memiliki Adoq Raja/Depati. Tutokh kepada beliau adalah
Bapak Batin [Pak Batin]
- Institusi Sumbai adalah himpunan dari Kepu/Kebu.
Institusi ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan yang tertua
diantara mereka. Beliau ini memiliki Adoq Batin. Tutokh kepada beliau adalah Bapak
Balak [Pak Balak]
dan atau Tuan Tengah [Wan
Ngah].
- Institusi Kepu/Kebu adalah himpunan dari beberapa
Lamban. Institusi ini dipimpin oleh Anak Pria Tertua dari keturunan yang
tertua diantara mereka.Beliau ini memiliki Adoq Radin.Tutokh kepada
beliau adalah Bapak Tengah [PakNgah]
dan atau Bapak Tuha [Pak
Tuha].
- Institusi Adat yang paling bawah disebut Lamban. Institusi ini
dipimpin oleh seseorang yang disebut Khagah [Khagah ni Lamban]. Beliau ini
memiliki Adoq Minak,
Kimas, Mas/Itton. Tutokh kepada beliau adalah Bapak Lunik [Pak Lunik] dan atau
Bapak Cik [Pak Cik].
Dengan
demikian seseorang yang memiliki adoq Suttan/Pangiran/Dalom salah satu
syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma
[Bawahan/Warga/Anak Buah] setidaknya empat orang yang beradoq Raja. Demikian
juga seorang yang memiliki adoq Raja/Depati syaratnya adalah dia telah memiliki
Jamma setidaknya empat orang yang beradoq Batin. Seseorang yang memiliki adoq
Batin syaratnya adalah dia telah memiliki Jamma setidaknya empat orang
yang bergelar Radin. Seseorang yangmemiliki adoq Radin syaratnya adalah
diatelah memiliki Jamma setidaknya empat orang yang beradoq Minak, Kimas dan
Mas/Itton. Sementara masing masing Minak, Kimas dan Mas/Itton memimpin
institusi keluarga atau lamban. Petutokhan
atau Panggilan Kekerabatan disesuaikan dengan tingkatan hirarki seseorang
didalamAdat, beberapa Petutokhan mungkin agak berbeda disetiap Buwaynya.
Demikianlah
tidak ada sebuah Institusi yang kosong yang tidak mempunya warga, bila belum
cukup warganya [Jamma] maka tingkat Institusi tersebut belum didirikan. Bagi
mereka yang belum cukup syarat untuk mendirikan sebuah Institusi Adat maka
mereka bisa bernaung [Kilu Akkon]
dibawah sebuah Institusi yang sudah eksis, cara ini disebut Nuppang Bindom. Mereka yang
statusnya Nuppang Bindom sama hak dan kewajibannya dengan Masyarakat Adat yang
lain. Apabila mereka menginginkan dan sudah memenuhi syarat untuk membentuk
Institusi sendiri maka mereka keluar dari Institusi tempat mereka Nuppang
Bindom tadi dan mendirikan Institusinya sendiri yang baru. Nuppang Bindom ini
sering dilakukan oleh masyarakat pendatang yaitu masyarakat dari luar klan
mereka yang ikut membuat rumah dan atau bertempat tinggal di Pekon tersebut [Fauzi
Fattah; Kekerabatan Adat
Lampung Sekala Bekhak].
Kesempatan
untuk mewariskan dan atau menaikkan kedudukan seseorang di dalam adat
dilaksanakan saat Tayuhan/Nayuh
dalam sebuah prosesi pernikahan. Pewarisan Hirarki Adat dan pemberian adoq
padaMasyarakat Adat Lampung Saibatin disebut dengan istilah Saibatin Lulus Kawai yang
bermakna bahwa kedudukan seseorang didalam Adat diwariskan dari garis lurus
keturunan tertua dalam Institusi Adat. Pengumuman untuk Pewarisan Hirarki Adat
dan pemberian Adoq ini dilaksanakan saat Tayuhan dengan prosesi Nettah Adoq/Butettah yang
diiringi dengan Canang[gong
kecil]. Prosesi pemberian Adoq ini dihadiri oleh Saibatin Suttan atau
Penyimbang yang ditunjuk oleh Saibatin beserta para Pembesar lainnya. Kedudukan
seseorang dalam Hirarki Masyarakat Adat Lampung Saibatin ditentukan oleh Asal,
Akhlak dan banyaknya Jamma [warga/anak buah] seseorang dalam lingkungan adat.
Sedangkan untuk penobatan dan penetahan adoq Saibatin Paksi Pak di Sekala
Bekhak dilaksanakan dengan Cakak
Pepadun dari Pepadun
Belasa Kepampang yang digunakan khusus hanya untuk para Saibatin
Paksi Pak [Suttan/Pangiran/Dalom] secara bergiliran pada setiap Paksinya disaat
prosesi penobatan Saibatin Paksi.
Demikianlah
bahwa pada dasarnya Pemerintahan Adat Saibatin lebih bersifat Autokrasi, namun
demikian disetiap konfederasi adat memiliki kekhasan dan spesifikasi tersendiri
yang tentunya disesuaikan dengan lingkungan adat dan tata titi keadatan masing
masing. Konfederasi Masyarakat Adat Lampung yang menerapkan sistem Kesaibatinan
masing masing adalah:
Paksi
Pak Sekala Bekhak;
- Paksi
Buway Bejalan Di Way
- Paksi Buway Nyerupa
- Paksi Buway Pernong
- Paksi Buway Belunguh
Marga
Telu Ranau;
- Marga Warkuk
- Marga Batang Ribu
- Marga Banding Agung
Pitu
Kepuhyangan Komering;
- Kepuhyangan Semendaway
- Kepuhyangan Maluway
- Kepuhyangan Minanga
- Kepuhyangan Madang
- Kepuhyangan Pemuka
- Kepuhyangan Mahanggin
- Kepuhyangan Bunga Mayang
Marga
Enom Belas Krui;
- Marga La’ai
- Marga Bandar
- Marga Pedada
- Marga Ngaras
- Marga Ngambur
- Marga Tenumbang
- Marga Bengkunat
- Marga Belimbing
- Marga Ulu Krui
- Marga Pasar Krui
- Marga
Way Sindi
- Marga
Way Napal
- Marga Pugung Penengahan
- Marga Pugung Tampak
- Marga Pugung Malaya
- Marga Pulau Pisang
Bandar
Enom Semaka;
- Marga Pematang Sawa
- Marga Negara Batin
- Marga Gunung Alip
- Marga Benawang
- Marga Belunguh
- Marga Ngarip
Bandar Lima Way Lima;
- Marga Putih
- Marga Badak
- Marga Limau
- Marga Pertiwi
- Marga Kelumbaian
Bandar Lima Way
Handak Darah Putih;
- Marga Ratu
- Marga Legun
- Marga Ketibung
- Marga Rajabasa
- Marga Dantaran
Melinting
Tiyuh Pitu;
- Tiyuh Wana
- Tiyuh Tebing
- Tiyuh Nibung
- Tiyuh Pempen
- Tiyuh Maringgai
- Tiyuh Ngeragung
- Tiyuh Tanjung Aji
III.
Pemerintahan LampungAdat Pepadun [Kepenyimbangan]
Sistem
Kepenyimbangan pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun mulai berkembang sejak seba
yang dilakukan oleh para pemuka Abung keBanten pada sekitar abad ke 17 M. Pada
masa ini seba ke Banten dimaksudkan untuk meminta pengakuan secara adat dari
Sultan Banten juga untuk belajar agama Islam [Hilman Hadikusuma]. Sistem Kepenyimbangan
pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun erat kaitannya dengan pembentukan
Konfederasi Kesatuan Adat Abung Siwo Migo yang dilaksanakan di Way Rarem dan
dihadiri oleh sembilan Buway yaitu Buway Subing, Buway Nunyi, Buway Nunyai,
Buway Nuban, Buway Kunang, Buway Selagai, Buway Beliyuk, Buway Anak Tuha dan
Buway Bulan, namun akhirnya Buway Bulan pindah kewilayah Tulang Bawang dan
keberadaannya didalam adat digantikan oleh Buway Nyerupa. Penyebutan Adat
Pepadun pada masyarakat adat ini dikarenakan karena disetiap pentahbisan
kedudukan seseorang didalam adat dilakukan diatas Pepadun [Singgasana Adat]. Dalam
perkembangannya sistem Kepenyimbangan didalam Masyarakat Lampung Adat Pepadun
ini diadopsi juga oleh Mego Pak Tulang Bawang, Pubiyan Telu Suku, Buway Lima
Way Kanan dan Pitu Buway Sungkai Bunga Mayang.
Pemerintahan
Adat Pepadun lebih cenderung padaprinsip demokrasi, dimana setiap individu
dalam sebuah pranata adat bisamengukuhkan kedudukannya didalam adat dengan
syarat syarat tertentu dalamsebuah gawi adat yang disebut bimbang besar. Setiap
konfederasi adat yangmenganut Adat Pepadun juga memiliki perbedaan dan
kekhasannya masing masing,namun demikian dapat dikatakan secara umum hirarki
adat dan penataan adoq padaMasyarakat Adat Lampung Pepadun masing masing
adalah:
- Suntan/Settan
- Pengiran
- Rajo/Ratu
- Ngedeko/Dalem
- Radin/Minak
Melihat
bahwa masyarakat adat Lampung diklasifikasikan sebagai Pemangku Adat dan bukan
Pemangku Adat, yang dalam perkembangannya pada masyarakat adat pepadun terbagi
kedalam dua golongan yaitu golongan Jajar dan golongan Sebah. Dua golongan ini
timbul akibat dari tatacara pengambilan dan tujuan mengawini seorang gadis oleh
seorang pemangku adat, bila pengambilan dilakukan secara adat dengan tujuan
menjadi istri Raja maka keturunannya disebut golongan jajar. Namun jika diambil
tidak dengan secara adat dan tujuannya untuk dijadikan istri mekhawwai maka
keturunannya disebut golongan sebah, pada awalnya golongan ini tidak memiliki
hak didalam adat, namun dalam perkembangannya golongan ini diberikan
kesempatan untuk menaikkan kedudukannya didalam adat dengan syarat syarat
tertentu [Marwansyah Warganegara; Masyarakat
Adat Lampung Pepadun]. Struktur Kepenyimbangan Adat dalam
Masyarakat Adat Pepadun adalah sebagai berikut:
- Penyimbang Buway/Paksi yaitu pimpinan
Jurai dariPaksi sederajat.
- Penyimbang Suku/Asal yaitu pimpinan dari
suatu Sukuatau Bilik.
- Penyimbang Bumi yaitu pimpinan dari suatu
kelompokkeluarga atau kerabat.
- Penyimbang Ratu/Puppang Penyambut
merupakanpenyimbang pengganti.
- Penyimbang Batin.
- Penyimbang Raya.
Didalam
sebuah Kepenyimbangan seseorang memiliki Hejeng
atau posisi kedudukan, adapun susunan hejeng dalam sebuah
Kepenyimbangan adalah:
- Hejeng Penyimbang
- Hejeng Pengetuho
- Hejeng Pengelaku
- Hejeng Tuho [putra mahkota]
- Hejeng Tunggu [wakhi mianak/kerabat]
Seseorang
mendapatkan kedudukannya sebagai penyimbang dalam sistem Kepenyimbangan dalam
Masyarakat Adat Pepadun dengan cara sebagai berikut:
- Limban Penganggu, yaitu seseorang naik
tahta dengan menggantikan kedudukan orangtuanya sebagai Penyimbang, yaitu
anak tertua laki laki dari Penyimbang tersebut.
- Ngeretepkendan Mupekki Pepadun, yaitu
seseorang terlebih dulu memantapkan kedudukan orangtuanya sebagai
Penyimbang yang sebelumnya adalah seorang Penyimbang Paccang.
- Tegak Tegi,yaitu saat seseorang tidak
memiliki keturunan laki laki maka Penyimbangtersebut mengangkat menantu
laki lakinya untuk menggantikan kedudukannyasebagai Penyimbang.
- Silih Simbat
- Micek
Menurut
hukum adat pepadun yang lazim digunakan, apabila ada warga adat yang mampu ia
memiliki hak untuk mendirikan Kepenyimbangan, dalam hal ini ada dua cara yang
lazim digunakan [A. Sanoesi; Sistem
Kepenyimbangan] yaitu:
- Nyetih Pepadun, yaitu seseorang dapat
memisahkan diri dari penyimbang asalnya untuk mendirikan kepenyimbangan
sendiri dengan izin dari penyimbang asalnya.
- Negak Bumi, yaitu seseorang mendirikan
kepenyimbanngannya sendiri tanpa izin dari penyimbang asalnya dikarenakan
adanya perselisihan atau penyebab lainnya.
Namun
perbedaan yang paling mencolok antara Adat Saibatin dengan Adat Pepadun adalah
bahwa seorang Suttan yang merupakan Saibatin memiliki wilayah, struktur dan
perangkat adatnya sendiri. Sedangkan dalam Adat Pepadun seseorang memiliki
peluang untuk menahbiskan kedudukannya didalam adat dalam sebuah prosesi adat dengan
syarat syarat tertentu, sehingga sistem kepenyimbangan lebih identik dengan
demokrasi. Konfederasi adat pendukung sistem Kepenyimbangan pada masyarakat
adat pepadun masing masing adalah:
Abung
Siwo Mego;
- Buway Subing
- Buway Nunyi
- Buway Nunyai
- Buway Nuban
- Buway Kunang
- Buway Selagai
- Buway Beliyuk
- Buway Nyerupa
- Buway Anak Tuha
Buway Lima Way
Kanan;
- Buway Pemuka
- Buway Bahuga
- Buway Baradatu
- Buway Barasakti
- Buway Semenguk
Mego
Pak Tulang Bawang;
- Marga Aji
- Marga Umpu
- Marga Bulan
- Marga Tegamoan
Sungkai
Pitu Buway;
- Buway Perja
- Buway Liwa
- Buway Harayap
- Buway Selembasi
- Buway Semenguk
- Buway Debintang
- Buway Indor Gajah
Pubiyan
Telu Suku;
- Suku Manyarakat
- Suku Buku Jadi
- Suku Tamba Pupus